National Media Nusantara
DPRD Samarinda

Penertiban Pasar Subuh Ricuh, Waket DPRD Prihatin Tindakan Represif Aparat

Teks: Wakil ketua DPRD Kota Samarinda, Ahmad Vananzda

Samarinda, Natmed.id – Wakil Ketua DPRD Kota Samarinda Ahmad Vanandza angkat suara terkait kericuhan yang terjadi saat penertiban Pasar Subuh di Jalan Yos Sudarso, Jumat pagi, 9 Mei 2025.
Ia menyebut gesekan antara aparat dan warga sebagai dampak dari tidak dilangsungkannya proses mediasi secara menyeluruh sebelum relokasi dilakukan.

Teks: Wakil ketua DPRD Kota Samarinda, Ahmad Vananzda mencoba mengajak aparat untuk melakukan mediasi

Gesekan terjadi saat penertiban mulai dijalankan sejak pukul 05.00 Wita. Saat itu, akses jalan di sekitar pasar ditutup sebelum lapak pedagang dibongkar secara paksa oleh aparat gabungan sekitar pukul 07.00 Wita.

Aksi itu langsung mendapat penolakan dari para pedagang yang merasa tidak pernah diajak berdialog secara terbuka. Situasi memanas dan memicu kericuhan. Beberapa pedagang, simpatisan, bahkan aparat dilaporkan mengalami kontak fisik di tengah kerumunan massa.

Ahmad Vananzda yang hadir langsung di lokasi penertiban menyampaikan keprihatinan atas cara-cara yang ditempuh dalam proses relokasi ini. Ia menilai, konflik sebenarnya bisa dicegah jika seluruh pihak duduk bersama dalam forum resmi sejak awal.

“Padahal kalau sudah ada penjelasan sejak awal, mungkin tadi kita bisa rapat, ambil kesimpulan, baru lakukan tindakan. Bisa saja itu mencegah keributan,” ujarnya kepada para wartawan.

Ia menambahkan, DPRD telah merencanakan mediasi antara pedagang, pemilik lahan, dan pemerintah kota melalui rapat dengar pendapat (RDP). Namun, prosesnya tertunda karena waktu pelaksanaan yang mendadak dan banyak anggota DPRD sedang bertugas ke luar daerah.

“Kami tidak bisa layangkan undangan ke pemkot hanya dalam waktu 12 jam. Kami butuh waktu cukup agar semua pihak bisa hadir dan bicara terbuka,” ujarnya.

Ahmad menyampaikan bahwa pertemuan resmi akan digelar pada hari Kamis, 15 Mei 2025. Dalam pertemuan itu, pihak DPRD berkomitmen menghadirkan semua pihak yang relevan. Termasuk di antaranya adalah para pedagang, pemilik lahan, Dinas Perdagangan, Satpol PP, hingga pejabat pengambil keputusan di tingkat pemkot seperti kepala dinas maupun asisten wali kota.

“Yang hadir harus tahu masalahnya dan bisa ambil keputusan. Bukan hanya perwakilan yang nanti tanya ulang soal substansi rapat,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Ahmad juga sempat mencoba menjalin komunikasi langsung dengan pemilik lahan yang hadir di lokasi. Namun, upaya itu tidak mendapat respons.

“Saya coba ajak bicara baik-baik, tapi justru diabaikan. Padahal dalam situasi seperti ini, dialog harusnya jadi jalan utama, bukan dihindari,” ungkapnya.

Ahmad juga membuka kemungkinan agar mediasi ke depan dilakukan tidak hanya di Balai Kota atau ruang DPRD Samarinda. Namun, langsung di lokasi yang dekat dengan warga terdampak.

“Kalau perlu kita laksanakan di sini, di tengah masyarakat. Biar mereka merasa dilibatkan, bukan disisihkan,” kata dia.

Politikus ini menegaskan bahwa DPRD bukan bermaksud menentang program penataan kota. Namun, mendorong pendekatan yang lebih manusiawi. Ia menekankan pentingnya peran komunikasi agar agenda pembangunan berjalan tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat kecil.

“Kita paham bahwa kota ini perlu ditata. Tapi, caranya juga harus berkeadilan. Kami akan kawal ini terus sampai ada solusi yang adil dan semua pihak merasa dihargai,” pungkasnya.

Related posts

Subandi Hadiri Gebyar Muharam di Masjid Ar Rasyiddin

Nediawati

Sri Puji Astuti Sebut 59 Kampung KB di Samarinda Belum Optimal

Aras Febri

Dewan Dukung PTM, Orang Tua Tak Pusing Lagi Kerjakan Tugas Sekolah

Febiana

You cannot copy content of this page