National Media Nusantara
Pemkot Samarinda

Motor Brebet Massal di Samarinda, Andi Harun: Kualitas BBM yang Rusak

Teks: Wali Kota Samarinda Andi Harun

Samarinda, Natmed.id – Wali Kota Samarinda Andi Harun mengungkap fakta mengejutkan ihwal brebet atau tersendatnya sejumlah kendaraan bermotor (ranmor) milik warga setelah mengisi BBM jenis Pertamax pada pada masa mudik Lebaran 2025.

Teks: Alwathan, dosen polnes yang menjadi ketua tim uji kualitas BBM

Menurutnya, penyebab utama tersendatnya ranmor itu karena BBM yang terkontaminasi. Wali Kota Andi menyebut kondisi itu berdasarkan hasil uji yang dilakukan oleh Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) atas permintaan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda.

Hasil kajian itu diumumkan oleh Wali Kota Samarinda dalam konferensi pers di Balai Kota Samarinda, pada Senin, 6 Mei 2025. Ia menjelaskan, sampel BBM yang dikaji diambil dari tangki T05 milik PT Pertamina Patra Niaga pada 12 April 2025.

Berdasarkan hasil analisis, kualitas BBM yang rusak diduga menjadi penyebab utama gangguan mesin kendaraan, bukan karena kerusakan tangki atau material kendaraan konsumen. Hasil ini membantah asumsi yang menyebutkan bahwa kerusakan kendaraan disebabkan oleh tangki kendaraan yang mengandung timbal atau rusak.

“Dari hasil uji ini, tidak benar kalau penyebab kerusakan kendaraan itu disebabkan karena tangkinya mengandung timbal atau tangkinya rusak. Tapi, karena kualitas BBM-nya yang rusak,” jelas Andi Harun.

Wali Kota juga menegaskan bahwa hasil ini akan diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Sebab, pemerintah kota tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan siapa yang bersalah.

“Kami tidak memiliki otoritas untuk menyatakan siapapun bersalah. Itu menjadi kewenangan aparat penegak hukum,” lanjutnya.

Pada kesempatan yang sama, Dosen Polnes Alwathan selaku Ketua Tim Penguji turut menjelaskan beberapa temuan teknis yang menjadi dasar kesimpulan tersebut. Ia menyebutkan bahwa ada lima penyebab utama BBM menjadi rusak atau tidak layak pakai, di antaranya:

1. Penyimpanan yang terlalu lama, yang dapat menurunkan kualitas BBM seiring waktu.
2. Paparan cahaya matahari langsung maupun tidak langsung, yang dapat menyebabkan reaksi kimia dan mengubah struktur kimia BBM.
3. Kontaminasi dengan kelembapan udara atau air, termasuk embun yang dapat terbentuk saat penyimpanan tidak kedap udara.
4. Kontaminasi logam, baik dari peralatan maupun tempat penyimpanan yang tidak steril.
5. Ventilasi penyimpanan yang buruk, memungkinkan masuknya udara, panas, dan cahaya yang mempercepat kerusakan BBM.

Alwathan menekankan bahwa semua temuan tersebut murni berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap sampel BBM, tanpa adanya pengaruh dari opini atau tekanan eksternal.

“Karena ini permintaan resmi dari pemkot, kami kerjakan secara akademik dan independen. Tidak ada opini kami di sini, murni hasil pengujian,” tambahnya.

Hasil uji juga menunjukkan bahwa kendaraan yang terdampak umumnya menggunakan tangki plastik komposit, bukan logam berat seperti timbal.

“Jadi bisa dipastikan tidak ada timbal di tangki kendaraan. Kalau ada timbal, justru bukan dari kendaraan konsumen, karena kendaraan sekarang tidak menggunakan bahan itu lagi,” jelas Alwathan.

Wali Kota Andi Harun juga menjelaskan bahwa Pemkot memilih untuk tidak langsung turun ke lapangan saat insiden pertama kali mencuat.

Keputusan ini diambil karena sudah banyak pihak yang bergerak, termasuk aparat hukum, LSM, dan masyarakat sipil. Ia khawatir langkah pemkot justru akan menambah kegaduhan. Sebagai gantinya, pemkot memilih pendekatan ilmiah dengan menggandeng Polnes secara tertutup untuk menguji sampel BBM.

“Kami tidak ingin Polnes terganggu oleh opini maupun intervensi yang bisa mempengaruhi objektivitas hasil. Jadi sejak awal memang tidak kami umumkan,” terangnya.

Dengan adanya hasil uji laboratorium ini, pemerintah berharap masyarakat mendapatkan kejelasan berbasis bukti dan tidak lagi berspekulasi terkait penyebab kerusakan kendaraan.

Pemkot Samarinda menyerahkan tindak lanjut sepenuhnya kepada pihak kepolisian dan instansi terkait. Sebelumnya, kasus dugaan kerusakan BBM Pertamax mencuat setelah puluhan pengendara di Samarinda melaporkan kendaraannya mengalami masalah mesin usai mengisi bahan bakar di SPBU tertentu.

Permasalahan ini kemudian menyebar ke daerah lain di Kalimantan Timur yang memicu sorotan publik serta desakan investigasi dari berbagai pihak.
Kini, dengan hasil uji laboratorium resmi, pemerintah berharap masyarakat dapat menunggu proses hukum dengan tenang, tanpa spekulasi lebih lanjut terkait penyebab kerusakan kendaraan.

Related posts

Tahun 2022, BPHTB Kota Samarinda Melampaui Target

Vinsensius

Kampung Tenun Akan Jadi Kawasan Sehat, Ini Rencana Andi Harun

Ellysa Fitri

Perempuan Didorong Manfaatkan Platform Media Sosial Untuk Pemberdayaan Ekonomi

Irawati

You cannot copy content of this page