Samarinda, Natmed.id – Ketua Jaringan Media Siber Indonesia Kalimantan Timur (JMSI Kaltim) Mohammad Sukri menyoroti dampak kebijakan libur panjang Lebaran terhadap berbagai sektor pelayanan publik, terutama di bidang kesehatan.
Menurutnya, meski fasilitas kesehatan beroperasi selama 24 jam setiap hari, kualitas pelayanan bisa menurun karena banyaknya tenaga medis yang mengambil cuti secara bersamaan.
“Bidang kesehatan memang tetap buka, tetapi tidak semua dokter selalu tersedia. Akhirnya, perawat yang harus menangani pasien atau dokter pengganti yang mengisi posisi kosong,“ ujarnya di Ruangan Podcast Lantai 2, S-Cafee, Jalan Untung Suropati Karpotek, Jumat, 4 April 2025.
“Ini bisa menjadi kendala besar, terutama bagi pasien yang membutuhkan tindakan dari dokter spesialis,” Sukri melanjutkan.
Ia mencontohkan bahwa di beberapa daerah, pasien yang membutuhkan penanganan dari dokter spesialis sering kali harus menunggu hingga dokter yang bersangkutan kembali bertugas.
Hal ini bisa berdampak serius bagi pasien dengan kondisi darurat yang memerlukan tindakan cepat.
Kasus serupa pernah terjadi di Kota Bima, NTB. Di sana, seorang perempuan berinisial A (40) mengalami keguguran karena tidak menemukan dokter kandungan di puskesmas maupun rumah sakit saat libur Lebaran pada 2 April 2024.
Awalnya, A merasakan sakit di bagian perut bawah dan mengeluarkan bercak darah saat buang air kecil.
Namun, ketika ia mencari pertolongan medis, tidak ada dokter spesialis yang tersedia untuk menangani kondisinya. Akibatnya, ia kehilangan janinnya karena terlambat mendapatkan penanganan.
Sukri menilai bahwa kebijakan libur panjang harus dievaluasi agar tidak hanya menguntungkan satu pihak saja. Menurutnya, pemerintah perlu membuat sistem yang lebih fleksibel agar pelayanan publik tetap berjalan dengan baik meskipun dalam masa libur nasional.
“Yang jadi masalah adalah masyarakat. Seharusnya libur Lebaran cukup beberapa hari saja, tidak perlu sampai berminggu-minggu. Libur panjang ini harus diformat ulang agar tetap menguntungkan semua pihak, bukan hanya pemerintah,” tegasnya.
Ke depan, Sukri berharap agar pemerintah bisa lebih mempertimbangkan kebijakan libur panjang dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan efektivitas pelayanan publik.
“Liburan itu penting, tapi jangan sampai mengorbankan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang mereka butuhkan,” pungkas Sukri.