Samarinda,Natmed.id – Puluhan massa dari Aliansi Aliansi Mahasiswa Penggerak dan Pembaharu menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Kamis (4/1/2024). Mereka menyoroti tentang maraknya praktik pertambangan ilegal di Benua Etam.
Aliansi yang terdiri dari PMII Samarinda, Front Aksi Mahasiswa, JAKKSA, dan Jamper itu menuntut pemerintah dan Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim mengambil langkah tegas dalam menangani masalah tersebut. Penanganan dengan membawa slogan “Jegal Tambang Sampai Tumbang”.
Kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim terutama Penjabat (Pj) Gubernur Akmal Malik, massa mendesak agar memberikan perhatian serius terhadap tambang ilegal. Sebab, aktivitas tersebut berkaitan dengan keberlangsungan lingkungan hidup.
Humas Aliansi Mahasiswa Penggerak dan Pembaharu Nazar menjelaskan bahwa aksi turun ke jalan itu berusaha membangkitkan komitmen PJ Gubernur Kaltim terkait isu pertambangan di Kaltim.
“Kami menekankan perlunya komitmen yang kuat dari pemerintah dalam mengawal dan menangani praktek ilegal ini,” ungkapnya.
Tanpa komitmen yang kuat, maka praktik tambang ilegal dinilai bakal abadi. Apalagi, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) dianggap tidak efektif dalam menangani permasalahan tersebut.
Akibatnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat kerugian negara mencapai Rp40 triliun per tahun akibat aktivitas tambang batu baru ilegal di Indonesia. Data itu belum termasuk dampak buruk terhadap lingkungan.
Aliansi Mahasiswa Penggerak dan Pembaharu menilai kondisi ini masih terjadi karena lemahnya pengawasan pemerintah dan penindakan oleh instansi terkait.
Mahasiswa itu juga menyoroti lemahnya penegakan hukum terkait UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang seharusnya memberikan dasar hukum kuat untuk menangani masalah pertambangan ilegal.
Aksi mahasiswa ini bukan hanya protes semata. Namun, juga sebuah dorongan kuat kepada pemerintah dan aparat penegak hukum agar bertindak tegas dalam memberantas praktik pertambangan ilegal yang merusak Kaltim.
Tantangan terbesar kini ada pada bagaimana pemerintah dan kepolisian merespons seruan mahasiswa. Terutama, untuk menegakkan hukum dan menjaga keberlanjutan lingkungan di Kaltim.