National Media Nusantara
DPRD Samarinda

Penembakan Berujung Maut, Samri Desak Pengawasan Senpi Diperketat

Teks: Ketua komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra

Samarinda, Natmed.id – Kasus penembakan yang mengakibatkan seorang berinisial D (34) tewas di Jalan Imam Bonjol, Kota Samarinda, Kalimantan Timur pada Minggu malam, 4 Mei 2025 mengundang reaksi dari kalangan legislator.

Ketua Komisi I DPRD Samarinda Samri Shaputra menyoroti lemahnya kontrol terhadap peredaran senjata ilegal di wilayah Kota Tepian.

“Terkait penembakan kemarin, ini menyangkut soal lemahnya pengawasan. Sekarang ini sangat berbahaya. Orang bisa dengan mudah mendapatkan atau bahkan membuat sendiri senjata api rakitan,” ujarnya saat ditemui usai rapat internal di Kantor DPRD Samarinda, Rabu, 7 Mei 2025.

Menurutnya, pascainsiden penembakan itu membuat Kota Samarinda diliputi suasana mencekam. Rasa aman seolah kian tergerus karena potensi tindak kekerasan yang mengancam keselamatan bisa muncul sewaktu-waktu tanpa bisa terdeteksi.

“Kita semua jadi ketakutan. Penembakan di ruang publik seperti ini sangat mengganggu rasa aman warga. Kita harus punya regulasi dan sistem pengawasan yang lebih kuat terhadap peredaran senjata, baik legal maupun ilegal,” katanya.

Samri juga mengkritik potensi kelonggaran dalam sistem perizinan senjata api bagi kalangan sipil. Meski dalam kasus ini pelaku menggunakan senjata rakitan, ia menilai perdebatan soal kepemilikan senjata secara umum tetap relevan dan mendesak untuk dikaji ulang.

“Kalau di militer saja ada syarat yang ketat untuk bisa pegang senjata, masa di sipil bisa lebih longgar? Saya kira ini harus ditinjau ulang. Bahkan kalau perlu, tidak usah ada izin kepemilikan senjata bagi warga sipil,” tegasnya.

Lebih lanjut, Samri menilai bahwa kepemilikan senjata di luar institusi negara bisa membuka peluang penyalahgunaan. Sebab, dengan membawa senjata api, seseorang bisa lebih mudah tersulut emosinya hingga akhirnya potensi melakukan tindakan brutal semakin tinggi.

“Orang yang punya senjata kadang merasa bisa melindungi diri, lalu jadi gampang emosi dan bisa langsung menembak. Itu yang bahaya,” ujar politikus yang juga pernah aktif dalam kegiatan perlindungan masyarakat itu.

Untuk itu, ia mendorong adanya evaluasi terhadap mekanisme distribusi senjata legal serta penindakan tegas terhadap produsen dan pengguna senjata rakitan. Ia juga menekankan perlunya tes psikologis ketat bagi siapa pun yang hendak mengakses senjata legal di bawah kontrol negara.

“Harus ada tes psikologi dan latar belakang. Kalau untuk sipil, sebaiknya memang tidak usah. Untuk aparat keamanan saja cukup, itu pun dengan pengawasan,” pungkasnya.

Dalam kasus ini, pihak kepolisian telah membekuk sembilan tersangka penembakan yang seorang korban tewas. Proses rekonstruksi juga telah dilakukan di lokasi kejadian pada Rabu sore, 7 Mei 2025. Sejumlah barang bukti turut diamankan, termasuk peluru yang tertanam dalam tubuh korban dan kendaraan yang digunakan pelaku. Motif penembakan masih didalami oleh penyidik.

Sebagai catatan, peredaran senjata api rakitan di Indonesia termasuk dalam pelanggaran berat berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Ancaman hukuman bagi pembuat maupun pengguna bisa mencapai 20 tahun penjara atau hukuman mati, tergantung dampak dari penggunaan senjata tersebut.

Pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum diharapkan segera memperkuat koordinasi untuk menekan peredaran senjata ilegal serta mengedukasi masyarakat soal risiko dan bahaya kepemilikan senjata api tanpa izin.

Related posts

Anhar Nilai Dana CSR Masih Kecil

Muhammad

Dewan Minta RDTR Samarinda Seberang Perhatikan Kaidah Lingkungan

Nediawati

Pentingnya Bergotong-Royong Untuk Kendalikan Inflasi

Nediawati

You cannot copy content of this page