Denpasar,Natmed.id– Setelah disahkan menjadi undang-undang (UU), upaya pemerintah untuk melakukan reformasi hukum pidana nasional belum selesai.
Pemerintah perlu mempersiapkan pemberlakuan UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku pada 2 Januari 2026 utamanya dalam menyamakan persepsi aparat penegak hukum (APH).
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menyebut peran APH sangat penting di dalam praktik penegakan hukum, karena dinilai yang akan menjadi ujung tombak dalam mengimplementasikan KUHP.
“Penyamaan pandangan dan pemahaman APH menjadi penting artinya, karena mereka yang akan menjadi ujung tombak dalam mengimplementasikan KUHP dalam praktik penegakan hukum,” kata Yasonna dalam kegiatan sosialisasi UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, Rabu (9/8/2023).
Sosialisasi UU KUHP yang dilakukan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bagi APH di seluruh Indonesia tersebut sangat penting artinya dalam menyikapi perbedaan pemahaman dan pendapat dalam pengaturan UU KUHP.
“Tentunya merupakan kontribusi yang positif. Perlu disikapi dengan melakukan diskusi komprehensif dan menyeluruh dari seluruh komponen anak bangsa, khususnya akademisi, praktisi, dan pakar di bidang hukum pidana,” tuturnya.
Yasonna mengatakan upaya tersebut bukan tanpa alasan, melainkan agar dalam implementasi dan aplikasi dari pelaksanaan UU KUHP dapat dilaksanakan sesuai dengan kaidah hukum, asas hukum pidana, prinsip, dan tujuan pembaharuan hukum pidana.
Lebih jauh, perbedaan pandangan, pendapat, dan pemahaman tidak hanya terjadi pada APH. Jauh sebelum UU KUHP disahkan, perbedaan itu bahkan sudah dimulai, yaitu antara pihak yang mendukung dengan pihak yang menentang disahkannya UU KUHP.
“Perbedaan tersebut antara lain meliputi pengaturan mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat (living law), pidana mati, dan tindak pidana khusus,”terangnya.
“Perjalanan pembentukan UU KUHP tidak selalu berjalan lancar. Pro dan kontra diserukan oleh berbagai kalangan masyarakat. Mulai dari mahasiswa, organisasi masyarakat, instansi pemerintah, dan organisasi internasional,”sambungnya.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan sejak Indonesia merdeka telah banyak dilakukan usaha untuk menyesuaikan KUHP warisan kolonial dengan perkembangan kehidupan sosial masyarakat.
Ia menyebut UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP adalah produk hukum yang sangat kompleks lantaran mengandung karakteristik pembaharuan, cita hukum, nilai, asas, dan semangat yang pada banyak hal berbeda dengan KUHP warisan kolonial.
“Saya mengucapkan selamat kepada Pak Menteri Hukum dan HAM atas keteguhannya, kesabarannya, serta dinamika yang luar biasa ketika proses pembentukan UU KUHP ini. Dengan diundangkannya UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, diharapkan menjadi pondasi bangunan sistem hukum pidana nasional di Indonesia,” ucap Koster.
Sebelumnya Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Asep Mulyana menyampaikan UU KUHP merupakan kulminasi dari perjuangan keras masyarakat Indonesia selama lebih dari 50 tahun dan telah melibatkan ahli-ahli hukum pidana dalam perjalanannya.
“Pemerintah wajib menjamin seluruh APH dapat memahami, mengimplementasikan, dan menyebarluaskan materi muatan UU KUHP sesuai dengan kaidah hukum, asas hukum pidana, prinsip, dan tujuan pembaharuan hukum pidana yang terkandung dalam UU KUHP,” tandasnya.