Reporter: Emmi – Editor: Redaksi
Bontang, Natmed.id – Aksi solidaritas jurnalis Bontang kecam tindakan represif aparat dan pelecehan profesi pers yang terjadi 14 Oktober 2020 lalu di Samarinda masih belum direspon Kapolres Bontang. Jurnalis Bontang menanyakan kejelasan surat pernyataan yang dikirimkan kepada Kapolres Bontang AKBP Hanifah Martunas Siringoringo.
Koordinator lapangan (korlap) aksi para wartawan, Romi Ali Darmawan mengatakan pihaknya masih menunggu jawaban dari Kapolres Bontang soal tuntutan aksi solidaritas jurnalis tersebut. Setidaknya menurut dia, bila tuntutan tersebut tak bisa ditandatangani, wartawan diberi penjelasan seterang-terangnya.
“Kami masih tagih janji itu,” kata Romi yang merupakan wartawan Koran Kaltim itu.
Komunikasi terus dibangun. Polres Bontang sendiri kabarnya telah berkonsultasi dengan Polda Kaltim. Surat wartawan bahkan telah sampai ke Polda Kaltim.
Lanjut Romi, kabar yang ia dapat, Kapolres Bontang bakal mengundang awak media untuk duduk bersama menyelesaikan perkara tersebut, persisnya usai kunjungan kerja Kapolda Kaltim ke Bontang.
“Kami menunggu undangan Kapolres. Kemarin sudah koordinasi dengan bagian humas. Bila ada iktikad baik, kami berharap ini tak berlarut-larut. Demi jalinan kemitraan antar kedua belah pihak,” harap Romi.
Sekadar mengingatkan insan pers Bontang berharap agar Kapolres Bontang mendukung tak ada lagi aksi represif aparat terhadap jurnalis saat unjuk rasa berlangsung.
Pun turut menjamin keamanan dan keselamatan jurnalis saat melakukan kerja-kerja pers di lapangan. Untuk diketahui buntut ketidakjelasan tersebut awak media Bontang merespon dengan memboikot seluruh pemberitaan yang bersumber dari Polres Bontang.
Pengamat hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah atau akrab disapa Castro menyesalkan sikap Kapolres Bontang itu. Menurutnya, sikap pemegang tongkat komando yang tidak mengendepankan tuntutan para jurnalis patut dipertanyakan.
“Kalau kita baca tiga tuntutan itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bahkan kalau kapolres paham hak konstitusional warga negara untuk memperoleh dan menyebarkan informasi, tidak perlu pikir panjang untuk menyetujui tiga tuntutan itu,” ucap Castro.
Apalagi dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, lanjut dia, terdapat klausul pidana bagi siapapun yang menghalangi kerja-kerja jurnalis di lapangan.
“Negara harus memastikan itu, dan aparat kepolisian mestinya berada di garda terdepan untuk mengawal itu,” ujarnya.
Bahkan, Castro menyebut, kalau Kapolres Bontang mengabaikan tuntutan itu, berarti sama saja dengan melegitimasi tindakan represif yang menimpa sejumlah jurnalis di berbagai belahan daerah Indonesia, termasuk Kaltim.
“Tiga tuntutan itu tidak boleh dibaikan dan harus segera direspon. Kalau kapolres memang punya komitmen melindungi kebebasan jurnalis,” tegasnya.
Adapun 3 tuntutan aksi solidaritas jurnalis Bontang yang dimaksud adalah :
1. Meminta Polres Bontang, berkomitmen untuk selalu memberikan perlindungan hukum kepada jurnalis saat menjalankan kerja-kerja jurnalistik, sesuai dengan ketentuan undang-undang.
2. Menyatakan sikap, untuk ikut mengecam seluruh tindakan represif dari oknum, yang melakukan represif kepada jurnalis saat bertugas.
3. Meminta Polres Bontang, untuk patuh pada Ketentuan Nota Kesepahaman antara Polri dan Dewan Pers.
Polri Tak Mungkin Lepaskan Media
Pemberitaan sebelumnya, Kapolda Kaltim Irjen Herry Rudolf Nahak menyebut peranan media sangat besar membantu Polri menjaga stabilitas keamanan dan kedamaian daerah.
Sebab itu Kapolri Jenderal Idham Azis menempatkan poin manejemen media dalam prioritasnya.