Samarinda, Natmed.id – Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Timur (DPTPH Kaltim) menargetkan peningkatan produktivitasnya dan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga 2030.
Komitmen ini disampaikan Kepala DPTH Siti Farisyah Yana dalam Forum Lintas Perangkat Daerah yang membahas rencana pembangunan pertanian berkelanjutan di Samarinda, Rabu, 23 April 2025.
Dalam forum itu, Siti menjelaskan bahwa tugas utama dinasnya tidak hanya meningkatkan hasil produksi. Tetapi, juga memastikan seluruh praktik pertanian menjaga keberlanjutan lingkungan.
Ia menegaskan bahwa pemanfaatan lahan, cara budidaya hingga penggunaan sarana produksi pertanian harus sejalan dengan upaya mengurangi emisi GRK.
“Kalau namanya berkelanjutan, berarti semua aspek lingkungannya dijaga. Mulai dari lahannya, cara berbudidaya, hingga usia produktif petani,” jelasnya.
Ia mencontohkan pentingnya koordinasi antarinstansi dalam pengelolaan lahan, terutama pada sawah yang tidak lagi digunakan maksimal oleh masyarakat.
Menurutnya, lahan seperti itu bisa saja dialihkan secara terencana untuk mendukung sektor lain yang tetap menjaga fungsi ekologis dan ekonomi.
Dalam dokumen rencana strategis yang dipaparkan, DPTPH menetapkan tiga sasaran utama hingga tahun 2030.
Mulai dari peningkatan produktivitas padi dan hortikultura, terpenuhinya kebutuhan konsumsi beras masyarakat, serta penurunan emisi GRK sektor tanaman pangan.
Indikator pencapaian di antaranya adalah produktivitas per hektare, rasio pemenuhan karbohidrat, dan jumlah emisi CO2e (carbon dioxide equivalent) yang berhasil ditekan.
Untuk mendukung target tersebut, DPTPH menggulirkan sejumlah program prioritas seperti penyediaan benih unggul bersertifikat, pengembangan sarana dan prasarana pertanian, penyuluhan, serta pengendalian hama terpadu.
Pada tahun 2025, DPTPH ini menargetkan pemenuhan 100 persen benih sumber tanaman pangan dan hortikultura yang tersertifikasi, serta penambahan luas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menjadi lebih dari 42 ribu hektare pada 2030.
“Ini masih tahap awal. Semua masukan dari pihak luar, masyarakat, hingga akademisi sangat kami harapkan. Kita ingin agar kebijakan ini benar-benar bisa ditunjukkan ke pusat sebagai model pembangunan hijau daerah,” tegas Siti.
Langkah lain yang juga diutamakan adalah penguatan pengawasan terhadap penggunaan pestisida dan pupuk kimia, serta peningkatan penggunaan pupuk organik.
Data DPTPH menunjukkan bahwa pada 2024, pengawasan peredaran pestisida baru mencapai 37 persen. Targetnya naik bertahap hingga 70 persen pada akhir 2030.
DPTPH juga mencanangkan peningkatan kapasitas SDM pertanian, baik aparatur maupun non-aparatur. Proporsi petani dan penyuluh yang telah mengikuti pelatihan ditargetkan meningkat dari 77 persen pada 2024 menjadi 80 persen pada 2030.
Semua kebijakan ini dirancang sebagai bagian dari kontribusi Kalimantan Timur terhadap target nasional FOLU Net Sink 2030, yaitu kondisi di mana sektor kehutanan dan lahan menyerap emisi lebih besar daripada yang dihasilkan.
Dalam dokumen RAD GRK Kaltim, sektor pertanian disebut berkontribusi sekitar 5 persen terhadap total emisi provinsi dan menjadi salah satu sektor prioritas penurunan emisi.
“Forum ini menjadi ruang refleksi dan konsolidasi. Harapannya, Kaltim bisa menjadi provinsi percontohan dalam pertanian rendah emisi namun tetap produktif,” pungkasnya.