National Media Nusantara
Pemkot Samarinda

Benahi Sistem Parkir, Dishub Samarinda Tak Hanya Andalkan Mesin

Teks: Dishub Kota Samarinda, Hotmarulitua Manalu

Samarinda, Natmed.id – Pemerintah Kota Samarinda telah mencanangkan Gerakan Aksi Hidupkan (AH) Pembayaran Non-Tunai dan Aksi Hindari (AH) Parkir Liar sejak September 2024.

Namun, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Samarinda Hotmarulitua Manalu menyatakan bahwa sistem tata kelola parkir masih perlu terus dibenahi.

Ia menegaskan, sistem parkir tidak bisa dibenahi hanya dengan alat. Tapi, juga butuh strategi dan keberpihakan pada kondisi riil lapangan.

Menurutnya, sistem parkir non-tunai adalah masa depan. Tapi untuk menuju ke sana, ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi.

Pertama adalah kesiapan masyarakat. Manalu menyadari, belum semua warga terbiasa atau nyaman menggunakan metode pembayaran digital, terutama untuk urusan kecil seperti parkir.

“Kita bicara tentang kebiasaan yang harus diubah. Banyak yang masih lebih suka bayar tunai karena cepat dan simpel. Nah, ini yang harus kita ubah pelan-pelan dengan edukasi,” ujarnya, belum lama ini.

Kedua, kata dia, adalah jaringan internet. Sistem parkir digital tentu bergantung pada stabilitas sinyal. Di beberapa titik parkir, terutama di kawasan padat atau tertutup, koneksi bisa bermasalah.

“Kalau sinyalnya lemot atau hilang, ya transaksinya nggak bisa jalan. Masyarakat jadi frustrasi, dan kembali lagi ke sistem manual,” katanya.

Ketiga, adalah kesiapan petugas di lapangan, khususnya juru parkir (jukir). Tidak semua jukir memahami teknologi atau memiliki perangkat pendukung seperti telepon pintar.

“Kita ingin jukir juga ikut berkembang. Tapi mereka butuh pelatihan, alat, dan sistem kerja yang mendukung. Ini yang sedang kita siapkan bertahap,” tutur Manalu.

Di tengah tantangan itu, Manalu tidak berhenti mencari terobosan. Salah satu alternatif yang kini tengah dikaji Dishub Samarinda adalah penggunaan standing machine, yaitu mesin berdiri yang memungkinkan pengguna membayar parkir tanpa keterlibatan jukir.

Sistem ini dinilai lebih efisien dan bisa mengurangi kebocoran pendapatan parkir. Namun, Manalu sadar bahwa teknologi semacam ini membutuhkan biaya besar.

Oleh karena itu, Dishub juga sedang mempertimbangkan opsi barrier flat parking, sistem otomatis di mana palang hanya terbuka setelah pembayaran digital dilakukan. Teknologi ini sudah banyak digunakan di luar negeri, terutama di Tiongkok.

“Sayangnya, alat ini belum tersedia di Indonesia. Untuk 100 unit, kita butuh dana sekitar Rp4,3 miliar. Itu melalui sistem aplikasi digital. Biayanya besar, tapi kita tetap kaji, karena kita ingin sistem ini bukan hanya modern, tapi juga efisien,” paparnya.

Meski belum bisa langsung diterapkan, Manalu menegaskan bahwa Dishub terus melakukan kajian menyeluruh.

Menurutnya, pembenahan sistem parkir tidak semata demi modernisasi, tapi juga sebagai bagian dari reformasi layanan publik.

“Yang kita bangun bukan cuma teknologi, tapi kepercayaan masyarakat. Sistem ini harus bisa menjawab kebutuhan warga, memudahkan, dan tentu saja menyumbang bagi pendapatan daerah secara transparan,” tegasnya.

Manalu berharap, ke depan parkir bisa dikelola secara hybrid, ada unsur digitalisasi, tapi tetap dikawal oleh sistem manual yang terintegrasi. Dengan begitu, proses transisi bisa berjalan lebih halus dan inklusif.

“Ini bukan soal alat canggih atau gaya-gayaan. Ini tentang bagaimana membangun kota yang tertib, melayani dengan baik, dan menjadikan warga sebagai bagian dari solusi,” tutup Manalu.

 

Related posts

Pemkot Samarinda Alokasi Rp2 Miliar Untuk Pasar Rakyat di Jalan PM Noor

Nediawati

Andi Harun Bagikan 800 Paket Sembako

Nediawati

Andi Harun: Penanganan Banjir di Samarinda Masih Berproses

Arum

You cannot copy content of this page