Bontang, Natmed.id – Nilai investasi pembangunan pabrik soda ash di Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim) yang mencapai Rp2,7 triliun diproyeksikan membawa dampak positif bagi perekonomian dan ketenagakerjaan.
Proyek yang dijadwalkan mulai beroperasi pada akhir 2026 ini diharapkan mampu menyerap sekitar 1.000 tenaga kerja lokal selama masa konstruksi.
Jika prediksi itu terjadi, maka akan menjadi solusi yang potensial mengurangi angka pengangguran di Kota Bontang.
Untuk itu, anggota Komisi B DPRD Kota Bontang Suharno menegaskan pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2018.
Perda ini mensyaratkan agar 75 persen dari total tenaga kerja berasal dari warga lokal. Tujuannya, untuk memastikan manfaat investasi dapat dirasakan langsung oleh warga Bontang.
“Perda sudah jelas mengatur 75 persen tenaga kerja harus dari warga lokal. Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja untuk memastikan aturan ini benar-benar diterapkan, bukan hanya di atas kertas,” kata Suharno saat menghadiri reses DPRD di Kelurahan Api-Api, Bontang, Minggu (3/11/2024).
Masalah pengangguran di Bontang menjadi isu mendesak yang memerlukan perhatian pemerintah dan dunia usaha.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran terbuka (TPT) di Bontang pada Agustus 2022 mencapai 7,81 persen. Jumlah itu mengalami penurunan dari 9,92 persen pada periode yang sama setahun sebelumnya.
Meski demikian, angka ini masih cukup tinggi dibandingkan kota-kota lain di Kaltim, sehingga lapangan kerja baru sangat dinantikan warga Bontang.
Dengan kehadiran pabrik soda ash yang membutuhkan tenaga kerja besar dalam tahap konstruksi dan operasional, diharapkan angka pengangguran dapat ditekan lebih rendah.
Suharno optimis jika Perda Nomor 10 Tahun 2018 diterapkan secara konsisten, maka dampak positifnya terhadap pengurangan pengangguran akan terasa.
“Investasi besar seperti ini seharusnya bisa berdampak nyata. Jika aturan 75 persen tenaga kerja lokal benar-benar diterapkan, kita pasti akan melihat dampak positif dalam mengurangi pengangguran di Bontang,” tegas Suharno.
Meskipun perda tentang penggunaan tenaga kerja lokal sudah berlaku, Suharno menyoroti perlunya pengawasan intensif untuk menjamin aturan ini tidak hanya berlaku di atas kertas.
Ia mendorong Dinas Tenaga Kerja untuk lebih aktif dalam mengawasi agar perusahaan yang terlibat dalam proyek soda ash ini benar-benar memenuhi ketentuan.
“Jangan sampai aturan ini hanya terlihat ‘garang di atas kertas’ tapi lemah dalam pelaksanaan. Kami ingin melihat aturan ini dijalankan dan mampu menekan angka pengangguran,” katanya.
Suharno menambahkan, pengawasan ketat dan koordinasi antara pemerintah daerah, DPRD, dan perusahaan sangat penting untuk memastikan bahwa warga lokal Bontang benar-benar mendapat prioritas dalam kesempatan kerja ini.
Selain menciptakan lapangan kerja, pembangunan pabrik soda ash ini diharapkan bisa menggerakkan ekonomi lokal melalui peningkatan daya beli masyarakat dan pertumbuhan bisnis pendukung.
Mulai dari penyedia bahan bangunan, transportasi, hingga akomodasi bagi pekerja dari luar. Investasi ini diperkirakan membuka peluang-peluang bisnis baru.
Keberadaan industri baru juga diharapkan menambah pendapatan daerah dari pajak dan retribusi yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas publik dan infrastruktur lainnya. Selain itu, serta membuka pintu bagi investor baru ke Bontang.