
Samarinda, Natmed.id – Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Hasanuddin Mas’ud memberikan keterangan pasca-aksi ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahakam di Gedung DPRD Kaltim, pada Senin 1 September 2025 yang tidak menghasilkan kesepakatan tertulis meski tuntutan sudah ditampung.
Hasanuddin menguraikan, ada 11 poin yang disampaikan mahasiswa. Semua aspirasi itu diterima, namun sebagian besar menyangkut kebijakan tingkat nasional.
“Aspirasi kita terima, tapi rata-rata kebijakan ada di pusat. Jadi tidak bisa langsung diputuskan di sini,” katanya di sela rapat Banggar di Gedung E DPRD Kaltim, Selasa, 2 September 2025.
DPRD Kaltim sebenarnya membuka opsi dialog dengan sistem perwakilan. Namun massa menolak dan ingin seluruh peserta aksi masuk ke dalam gedung. Pertimbangan keamanan membuat hal itu tidak mungkin dipenuhi.
“Kalau semua masuk, bisa berisiko bagi keamanan karena itu saya memilih keluar menemui massa agar seluruh peserta aksi bisa melihat langsung,” ujarnya.
Mahasiswa juga meminta agar dokumen kesepakatan ditandatangani oleh Ketua DPRD, Gubernur, Pangdam, dan Kapolda di hadapan massa. Hasanuddin menilai usulan itu tidak realistis karena harus melewati prosedur resmi. “Kami harus berkoordinasi dulu dengan aparat keamanan dan pemerintah daerah. Tidak bisa spontan,” tambahnya.
Menurutnya, apa yang disuarakan Aliansi Mahakam sejalan dengan isu mahasiswa di berbagai daerah Indonesia. Hampir seluruh tuntutan terkait kebijakan nasional, mulai dari penolakan KUHP baru hingga desakan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
“Prinsipnya kita sejalan, tapi keputusan bukan di daerah,” katanya.
Pertemuan dengan mahasiswa ditutup sekitar pukul 18.00 Wita tanpa hasil tertulis. Hasanuddin menjelaskan, mahasiswa juga belum menyiapkan berkas resmi yang bisa langsung ditandatangani.
“Kalau ke depan ada kesepakatan, dokumen harus dipersiapkan sejak awal. Jangan baru cari kertas, pulpen, dan materai saat momen sedang berjalan,” ujarnya.
Meski tidak ada dokumen resmi, DPRD Kaltim akan menindaklanjuti aspirasi tersebut. Mekanisme yang ditempuh adalah membuat rekomendasi resmi untuk disampaikan ke DPR RI dan kementerian terkait.
“Tugas kami menjembatani suara daerah dengan pusat. Aspirasi yang kemarin disuarakan tetap akan kami perjuangkan,” ucapnya.
Situasi di lapangan pada Senin sempat memanas. Massa yang mendesak masuk ke gedung berulang kali mendorong pagar dan berorasi keras. Namun dialog terbuka yang dihadiri pimpinan dewan cukup meredakan ketegangan.
Hingga menjelang malam, massa masih bertahan di Jalan Teuku Umar. Orasi bergantian terus berlangsung, sementara aparat keamanan tetap berjaga di depan pagar DPRD. Pada akhirnya, tidak ada kesepakatan resmi yang bisa ditandatangani. Aspirasi hanya tercatat secara lisan untuk kemudian diformalkan melalui mekanisme dewan.