
Samarinda, natmed.id – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DPRD Kalimantan Timur, Syarifatul Sya’diah, mengatakan bahwa pihaknya telah menggelar rapat konsultatif bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) guna memperkuat arah penyusunan dokumen perencanaan daerah.
Pertemuan yang berlangsung di Jakarta pada Kamis, 24 Juli 2025, tersebut menjadi momentum strategis dalam menuntaskan berbagai persoalan yang selama ini menghambat konsolidasi kewilayahan.
Syarifatul menjelaskan, dalam forum tersebut, pihaknya menegaskan pentingnya kejelasan batas wilayah antar kabupaten maupun antardaerah provinsi sebagai pijakan hukum dalam penyusunan RPJMD 2025–2029.
Lebih lanjut, dikatakannya, pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga memaparkan sejumlah titik batas yang hingga kini masih menyisakan persoalan, di antaranya antara Kabupaten Paser dan Penajam Paser Utara, Penajam Paser Utara dengan Kutai Barat, serta Kutai Timur dengan Berau.
Tidak hanya menyangkut batas internal kabupaten dan kota, isu kewilayahan lintas provinsi juga disorot. Beberapa segmen yang masih belum mendapat ketetapan hukum dari pemerintah pusat meliputi wilayah perbatasan antara Kutai Barat dengan Barito, Mahakam Ulu dengan Barito dan Murung Raya, serta Kabupaten Paser dengan Barito.
“Jangan sampai masyarakat dirugikan hanya karena batas wilayah belum jelas. Ini berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan APBD dan kejelasan kewenangan pembangunan,” ujar Syarifatul Sya’diah saat ditemui usai rapat pada Jumat, 25 Juli 2025.
Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu menamb bahwa rapat konsultatif ini sekaligus menjadi bagian dari upaya memperkuat akurasi dokumen RPJMD sebagai instrumen kebijakan yang berpihak pada kondisi riil kewilayahan.
“Di samping itu, kejelasan batas diyakini akan mempertegas pembagian kewenangan dan memperkecil potensi tumpang tindih antarlevel pemerintahan,” ujarnya.
Menurut Pansus, keberhasilan penyusunan RPJMD tak sekadar ditentukan oleh visi pembangunan yang ambisius, tetapi juga oleh akurasi peta kewilayahan yang menjadi landasan setiap kebijakan dan program strategis daerah. Dalam konteks itulah, kolaborasi antara DPRD, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat menjadi mutlak dibutuhkan.