Samarinda, natmed.id – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kalimantan Timur (KPID Kaltim) Irwansyah memperingatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar tidak sembarangan bekerja sama dengan media penyiaran ilegal. Peringatan itu disampaikannya saat sosialisasi Pergub Kaltim No. 49 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Media Komunikasi Publik yang digelar hari Selasa, 17 Juni 2025. Acara ini bertujuan mencegah pelanggaran hukum dalam kontrak media oleh instansi pemerintah.
Irwansyah menegaskan, peraturan ini bukan hanya pelengkap birokrasi, tetapi perisai hukum yang bisa menyelamatkan lembaga negara dari jerat pelanggaran berat. Ia mengungkap, pihaknya telah menemukan berbagai kasus kerja sama antara OPD dengan lembaga penyiaran yang tidak memiliki izin resmi atau telah kedaluwarsa.
“Ada OPD yang pernah berkontrak dengan lembaga penyiaran yang IPP-nya mati, tidak bayar pajak, tidak memperpanjang izin. Ini pelanggaran serius. Kalau diproses, bisa jadi perkara pidana,” tegasnya dalam forum tersebut.
Ia memaparkan, media penyiaran ilegal biasanya tetap beroperasi meski izin penyelenggaraan penyiarannya (IPP) sudah habis masa berlaku. Kondisi ini, menurutnya, sudah menjadi masalah serius di sejumlah daerah. Data KPID Kaltim menunjukkan temuan terbanyak berasal dari Kutai Timur, Kutai Barat, Berau, Bontang, hingga Balikpapan.
“Sudah hampir 10 kawasan kota yang ditemukan media penyiaran, baik radio maupun televisi, yang tidak punya legalitas siar. Ini bukan cerita dugaan lagi, sudah nyata kami temukan,” katanya.
Irwansyah menjelaskan, KPID tidak serta-merta langsung membawa kasus ke jalur hukum. Ia mengaku pihaknya telah beberapa kali mengundang pelaku usaha media ilegal tersebut untuk melakukan klarifikasi dan mediasi.
“Kita sayang semua pelaku usaha penyiaran, apalagi yang asli lahir di Kalimantan Timur. Tapi kami juga punya tanggung jawab menjaga aturan. Kalau dipanggil berkali-kali tidak datang dan masih melanggar, ya harus kami laporkan ke Polda,” ungkapnya.
Ia mengungkap, setidaknya sudah ada tiga media penyiaran yang disomasi dan dilaporkan ke kepolisian akibat tetap beroperasi tanpa izin. Bahkan ada beberapa kasus yang sudah berujung vonis pidana, dengan hukuman penjara hingga dua tahun.
Lebih lanjut, Irwansyah menyoroti pentingnya literasi hukum di kalangan instansi pemerintah maupun swasta. Menurutnya, masih banyak OPD yang belum memahami mekanisme perizinan lembaga penyiaran, sehingga cenderung abai saat menjalin kerja sama.
“Jangan karena ingin cepat atau murah, justru instansi pemerintah terlibat pelanggaran. Kalau ingin pasang iklan atau kerja sama program, pastikan medianya legal. Kalau ragu, bisa langsung tanya ke KPID atau Diskominfo,” ucapnya.
KPID Kaltim juga telah menjalin komunikasi intensif dengan Direktorat Penyiaran di Kemenkominfo dan KPI Pusat untuk mengatasi maraknya media penyiaran ilegal. Meski begitu, Irwansyah tetap berharap peran aktif OPD sebagai mitra kerja media lebih hati-hati dan bertanggung jawab.
Ia juga menyampaikan bahwa masyarakat memiliki hak atas informasi yang sah, benar, dan sesuai prinsip hak asasi manusia. Karena itu, keberadaan lembaga penyiaran ilegal juga dinilai sebagai ancaman terhadap kualitas informasi publik.
“Kalau ada pemberitaan yang melanggar atau meresahkan, bisa lapor ke kami. Kami terbuka dan siap memfasilitasi penyelesaian. Tapi kalau sudah menyangkut legalitas siar, itu bisa jadi kasus hukum,” tandasnya.
Meski begitu, Irwansyah tetap memberi ruang apresiasi kepada media yang telah konsisten mematuhi regulasi. Ia menyebut beberapa stasiun televisi lokal sebagai contoh media yang profesional dan taat hukum.
“Ini contoh bahwa media lokal bisa maju tanpa melanggar aturan. Mereka patuh, tertib, dan tetap profesional. Semangat seperti ini yang perlu kita jaga bersama,” tutupnya.