Samarinda, Natmed.id – Jaringan Media Siber Indonesia Kalimantan Timur (JMSI Kaltim) menolak revisi Undang-Undang Penyiaran. Penolakan ini ditujukan pada Pasal 50B ayat (2) huruf c yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.
Dalam aksinya di depan kantor DPRD Kaltim, Rabu (29/5/2024), JMSI Kaltim menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan hak kebebasan informasi yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28F. Di dalamnya menyatakan pemberian hak setiap orang hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” demikian bunyi Pasal 28F UUD 1945.
Oleh karena itu, JMSI Kaltim menegaskan bahwa revisi UU Penyiaran ini bertolak belakang dengan prinsip tersebut.
Selain itu, Pasal 50B ayat (2) huruf c dianggap bertentangan dengan UU 40/1999 tentang Pers. Khususnya Pasal 4 ayat (2) yang menyatakan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran.
Menurut JMSI Kaltim, pembatasan ini dapat mengancam kebebasan pers di Indonesia. Kekhawatiran juga muncul terkait Pasal 50B ayat (2) huruf k yang melarang penayangan “isi siaran” dan “konten siaran” yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik.
Ketua JMSI Kaltim Mohammad Sukri menyebut pasal ini sangat multitafsir dan berpotensi menjadi “pasal karet”.
Penilaian terhadap “berita bohong” seharusnya menjadi kewenangan Dewan Pers sesuai UU Pers yang didasari semangat UUD 1945.
Sukri juga menilai Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat (2) dalam RUU Penyiaran yang mengatur penyelesaian sengketa terkait kegiatan jurnalistik lembaga penyiaran oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak pantas.
“Jadi hari ini, kami bersama teman-teman melakukan penolakan agar DPR RI membatalkan Draf UU Penyiaran. Kalau perlu tidak dilanjutkan lagi,” tegas Sukri.
JMSI Kaltim berharap penolakan ini menjadi perhatian serius DPR RI untuk menjaga kebebasan pers dan hak publik dalam memperoleh informasi yang akurat dan transparan.