
Samarinda, Natmed.id – Sekolah swasta di Kalimantan Timur (Kaltim) menghadapi keterbatasan dalam pendanaan operasional dan kesejahteraan tenaga pendidik.
Minimnya Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) serta rendahnya honor guru dibanding sekolah negeri menjadi sorotan dalam Rapat Kerja Komisi IV DPRD Kaltim bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, Biro Kesra Setdaprov, dan Dewan Pendidikan di Gedung E DPRD Kaltim, Senin, 25 Agustus 2025.
Dewan Pendidikan Kaltim melalui Suprijadi membawa aspirasi yang dihimpun dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA, SMK, dan MA di berbagai daerah. Banyak sekolah swasta kesulitan menutup kebutuhan operasional karena alokasi BOSDA terbatas, sementara aturan teknis membatasi penggunaannya.
“Sekolah dengan jumlah siswa di bawah 100 sangat tertekan. BOSDA habis untuk buku, ATK, dan honor, sedangkan kebutuhan lain tidak tercukupi. Banyak sekolah berharap alokasi bisa ditingkatkan dan lebih fleksibel,” kata Suprijadi.
Masalah lain muncul pada program Gratispol yang dinilai belum sinkron dengan BOSDA. Di sejumlah sekolah swasta, seragam gratis belum terealisasi sehingga menimbulkan keluhan orang tua.
“Banyak sekolah mengusulkan agar 75 persen BOSDA diarahkan untuk honor tenaga pendidik mulai 2026. Guru swasta juga berharap insentif minimal Rp1,5 juta per bulan agar tidak terlalu jauh tertinggal dari guru negeri,” jelasnya.
Suprijadi juga menyinggung tren penurunan jumlah siswa baru di sekolah swasta pada tahun ajaran 2025/2026. Salah satu penyebabnya diduga karena sekolah negeri menambah ruang kelas, sehingga orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri.
Dari pihak DPRD, Ketua Komisi IV H. Baba menggarisbawahi perlunya kebijakan yang adil bagi sekolah negeri dan swasta.
“Kami mendorong Pemprov memberi perhatian lebih kepada SMA, SMK, MA, dan SLB swasta. BOSDA khusus untuk siswa swasta dan tambahan honor guru perlu diprioritaskan agar kualitas pendidikan lebih merata,” ucapnya.
Komisi IV juga merekomendasikan agar Disdik Kaltim membuka akses bagi sekolah swasta untuk menggunakan aset sekolah negeri, seperti laboratorium dan sarana praktikum, secara gratis. Langkah ini dinilai dapat membantu sekolah swasta yang kekurangan fasilitas, terutama SMK.
Dari sisi teknis, Plt Kepala Disdikbud Kaltim Armin, mengatakan pihaknya berkomitmen memperkecil kesenjangan pendidikan.
“Selama ini fokus memang pada sekolah negeri, tetapi ke depan perhatian akan diarahkan lebih besar kepada sekolah swasta, terutama yang siswanya sedikit dan berada di pinggiran kota. Kami juga mendorong kajian bersama akademisi untuk merumuskan kebijakan yang tepat,” ujarnya.
Program Gratispol yang dikelola saat ini terbatas pada seragam sekolah, sementara insentif atau TPP dikelola Biro Kesra. Kolaborasi antarinstansi dianggap penting agar kebijakan tidak tumpang tindih.
Dari Biro Kesra Setdaprov, Aji Vini melaporkan penyaluran BOSDA tahap I tahun 2025 sudah diterima 321 sekolah, sedangkan tahap II baru tersalurkan ke 158 sekolah dari total 328 penerima. Ia menambahkan rencana penambahan insentif Rp500 ribu bagi guru sekolah swasta akan dimasukkan dalam perubahan anggaran 2025.
“Kami terus berusaha mempercepat pencairan agar tidak menghambat kegiatan belajar mengajar,” ucapnya.
Rapat menghasilkan beberapa rekomendasi: peningkatan alokasi BOSDA khusus untuk sekolah swasta, tambahan honor guru, pendampingan pengusulan bantuan melalui SIPD RI, serta keterlibatan sekolah swasta dalam forum Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) tingkat provinsi.
Komisi IV DPRD Kaltim berharap kebijakan yang disusun bisa segera memberi dampak nyata. Dengan kontribusi besar sekolah swasta, perhatian yang lebih besar diharapkan mampu mempersempit kesenjangan pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan guru di seluruh Kaltim.