
Kukar, Natmed.id – Di tengah gempuran teknologi pertanian modern yang serba digital, Desa Bukit Layang di Kecamatan Kembang Janggut, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), justru tampil beda. Mereka memilih berpijak pada kekuatan lokal dan mengembangkan sawah apung, sistem pertanian berbasis lahan tergenang yang kini jadi andalan desa membangun kemandirian pangan.
Program sawah apung ini telah dijalankan sejak 2023 dan terus diperluas hingga kini. Di tahun anggaran 2025, pemerintah desa kembali mengucurkan dana desa untuk memperluas media tanam apung. Sistem ini memungkinkan penanaman padi di atas permukaan air, mengubah rawa dan lahan banjir menjadi ladang produktif.
“Saat ini masih proses penambahan media taman padi apung,” ujar Silferius Sudi, Kepala Desa Bukit Layang, saat dihubungi pada Kamis, 10 April 2025.
Silferius menekankan bahwa sawah apung bukan hanya solusi pertanian, tapi juga adaptasi terhadap krisis iklim. Ketika musim hujan tiba dan banjir menggenangi lahan konvensional, teknologi ini justru tetap bisa menghasilkan.
“Ini target kami untuk mendukung ketahanan pangan,” tambahnya, menegaskan komitmen jangka panjang desa.
Ia mengakui, tantangan utama adalah pada aspek pembiayaan media tanam yang tergolong mahal. Namun, pendampingan kepada kelompok tani terus digalakkan agar program ini tak hanya jadi proyek musiman, melainkan mengakar sebagai gaya hidup pertanian yang berkelanjutan.
Selain menanam padi, desa ini juga mulai merambah sektor perikanan untuk memperkuat ketahanan pangan. Budidaya ikan dalam keramba kini tengah digiatkan sebagai upaya diversifikasi ekonomi masyarakat.
“Sekarang sedang proses pembuatan keramba ikan,” kata Silferius, menggambarkan semangat warga dalam memaksimalkan potensi desa.
Inisiatif Desa Bukit Layang ini membuktikan bahwa ketahanan pangan bisa dibangun dari inovasi sederhana berbasis alam lokal. Saat desa lain bergantung pada mesin dan aplikasi, Bukit Layang justru melangkah maju dengan memanfaatkan lahan air yang semula tak dianggap bernilai.