Samarinda, Natmed.id – Yayasan Lembaga Advokasi dan Rehabilitasi Sosial (LARAS) Foundation bekerja sama dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Samarinda, dan Dinas Sosial (Dinsos) Samarinda, dalam upaya percepatan penanganan penyakit menular Tuberkulosis (TBC).
Dalam konferensi pers statemen bersama DPRD, komunitas dan layanan swasta itu hadir pengelola program TBC Dinkes Samarinda Baharuddin, Direktur LARAS Foundation Andi Muhammad Aslam, awak media.
Penyakit TBC telah sejak lama menghantui masyarakat di Indonesia. Bahkan, hingga hari ini masalah TBC tak kunjung tuntas. Tidak seperti kasus Covid-19, yang mampu dientaskan dalam kurun waktu yang relatif cepat. TBC seolah memperkokoh diri.
Slogan “Toss TBS” alias “Temukan TBC Obati Sampai Sembuh” oleh Kementerian Kesehatan RI, yang hingga kini digaungkan untuk mengentaskan TBC belum tercapai maksimal. Terutama dalam menemukan penderita dan pengobatannya.
Salah satu alasannya, yakni para penderita dan terduga penderita TBC masih sembunyi-sembunyi untuk mendapatkan pengobatan atau sekedar memeriksakan kesehatannya. Seolah ketakutan, penderita cenderung menghindari penanganan.
Menurut Baharuddin, kondisi itu karena adanya stigma di masyarakat yang menyebut TBC sulit disembuhkan. Masyarakat juga menilai pengobatan hanya akan mengeluarkan biaya tanpa hasil.
Stigma itu menyatakan penampilan penderita yang mengenaskan, terisolasi dari masyarakat, pemutusan kerja akibat didiagnosis positif TBC. Dampaknya menghalangi penuntasan TBC di Indonesia.
“Mereka sudah termakan isu bagaimana kelihatannya TBC itu. Jangankan berobat, periksa saja mereka sudah takut. Ini yang jadi hambatan dan tantangan kita,” ungkapnya di Ballroom III Hotel Aston Samarinda, Jumat (15/12/2023).
Untuk itu, Baharuddin meminta masyarakat tidak perlu termakan isu tersebut. Pasalnya, tidak semua stigma demikian benar adanya. Pengobatan dan penanganan yang tepat dapat membuahkan kesembuhan total.
Pemerintah telah berkomitmen untuk menuntaskan TBC melalui pengobatan gratis. Layanan ini sejak awal pemeriksaan hingga pengobatan selama enam bulan. Penderita akan terus didampingi dan dipantau sampai terbebas sepenuhnya dari TBC.
“Bagaimana kalau mereka enam bulan sembuh terus kambuh lagi? Gratis. Tetap dibiayai pemerintah semua. Mulai dari skrining sampai obat, gratis. Seminggu sekali akan bertemu tenaga kesehatan dan dipantau,” jelasnya.
Menurut data Global TB Report tahun 2022, Indonesia menduduki posisi kedua penderita TBC terbanyak di dunia dengan estimasi 969.000 kasus TBC.
Penuntasan TBC tidak dapat dilakukan pemerintah maupun pihak swasta saja. Keterlibatan dan peran aktif seluruh elemen masyarakat akan kesadaran dalam menjaga kesehatan dan deteksi dini TBC dapat memaksimalkan pengentasannya.
Ia berharap para awak media dapat bersatu menyebarkan informasi terkait penanganan dan pengobatan TBC kepada masyarakat. Tujuannya agar tiada ada lagi kasus penderita yang tidak tertangani akibat kurangnya informasi.