National Media Nusantara
Tokoh

Kotak Kosong Karena Jatuh Cinta

Karyawan

Mohammad Sukri, Ketua JMSI Kaltim

Sangat menarik mencermati suksesi Kota Samarinda tahun ini. Satu situasi yang tak pernah diprediksi. Pun tak pernah terjadi sebelumnya. Dimana, seorang petahana harus berhadapan dengan kotak kosong sebagai seteru politiknya. Menariknya lagi, sang petahana bahkan tak pernah menduga situasi ini akan ia alami.

Lantas apa yang membuat kontestasi di ibu kota Kaltim ini menjadi sangat menarik? Memang, Samarinda bukan level provinsi. Hanya kota kecil yang akan terus merekah seiring kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN). Begitu juga, Samarinda tak mungkin disejajarkan dengan Daerah Khusus Jakarta (DKJ), yang tensi dan drama politiknya seperti bumi dan langit.

Saking serunya, bahkan banyak pengamat menganalogikan perebutan kursi nomor satu Jakarta, tak ubahnya sebagai ‘gengsi’ R3. Konotasinya, posisi orang penting ketiga setelah presiden dan wakil presiden. Dan memiliki kans besar di periode selanjutnya untuk menjadi R1.

Kembali ke Samarinda. Sentimen kotak kosong sempat mengemuka di level provinsi, untuk pemilihan calon gubernur. Duet petahana, Isran Noor dan Hari Mulyadi hampir-hampir saja tak bisa berlayar jika saja Partai Demokrat yang dinakhodai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak memberikan surat rekomendasi dukungan. Sebab kursi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Karang Paci hanya 9. Tak cukup buat mengusung Isran-Hadi. Syarat minimal ambang batas 20% harus 11 kursi baru bisa mencalonkan.

Beruntung, Partai Demokrat berbaik hati memberi jalan, sehingga suara PDIP dan Demokrat cukup mengusung Isran-Hadi. Dukungan ini tak berubah sampai pasangan ini mendaftar ke KPU Kaltim pada 28 Agustus 2024 lalu. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 dan 70 yang memberi keleluasaan partai mengusung lebih banyak calon dengan syarat threshold lebih ‘lunak’ pun tak mengubah konstelasi politik Kaltim. Isran-Hadi hampir saja tak bisa berlayar karena partai-partai parlemen sudah bermufakat mengusung Rudy Mas’ud dan Seno Aji, jauh sebelum waktu pendaftaran calon.

Kotak Kosong Samarinda

Di Samarinda, sang petahana Andi Harun tampak lebih cerdik. Sebelum dibukanya pendaftaran calon kepala daerah lewat jalur partai politik, Andi Harun telah membuat antisipasi maju lewat jalur independen. Padahal, saat itu ia masih memegang tongkat komando tertinggi Partai Gerindra Kaltim. Partai dimana ketua umumnya, Prabowo Subianto terpilih menjadi Presiden Indonesia 2024-2029.

Pengajuan lewat jalur independen pun mulus. Andi Harun tak lagi menggandeng Rusmadi, wakilnya sekarang. Andi Harun tampak lebih mesra dengan tim pemikirnya, Syaparudin yang sekarang memimpin Tim Wali Kota untuk Akselerasi Pembangunan (TWAP). Dan benar saja, beberapa pekan kemudian, Andi Harun tetiba saja didepak dari kursi ketua DPD Partai Gerindra Kaltim.

Tapi Andi Harun tetap tenang. Ia masih kader Gerindra, walau bukan lagi ketua. Meski di jalur independen ia telah dinyatakan lolos oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samarinda, dalam banyak kesempatan Andi Harun kerap mengatakan jika dirinya akan maju lewat jalur partai. Jalur independen ia siapkan sebagai antisipasi manakala tidak ada satu pun partai politik yang mau mengusung namanya maju dalam Pilkada Samarinda.

Keyakinannya benar. Bahkan sebaliknya, tidak ada satu partai pun yang tak mau mengusung namanya. Walhasil, tak ada satu partai pun yang “berani” mengajukan nama, selain namanya sebagai bakal calon wali kota. Belakangan, semua harus bersepakat untuk mengamini Andi Harun, jika wakil yang ia pilih adalah Saefuddin Zuhri, politikus Partai Nasdem.

Menjadi pertanyaan, mengapa suara akar rumput (jalur independen) dan partai politik seperti seirama di Samarinda? Mengapa hal yang sama tidak terjadi di daerah lain, khususnya di Kaltim. Di Indonesia, nampaknya juga belum banyak, kecuali Surabaya yang wali kota petahananya, Eri Cahyadi juga tak mendapati lawan.

Kiranya apa yang membuat partai-partai kompak jatuh cinta dan kasmaran dengan Andi Harun? Rasanya, tak satu pun dari partai-partai itu mau berpaling.

Yang pasti, tiga tahun terakhir warga Samarinda sangat familiar dengan Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (Probebaya). Probeya adalah program pembangunan berbasis wilayah rukun tetangga (RT) dalam upaya mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam pembangunan insfratruktur, peningkatan ekonomi dan sosial kemasyarakatan.

Andi Harun juga dipercaya mampu membangun kolaborasi yang baik dengan Pemprov Kaltim sehingga penanganan banjir di Samarinda bisa dilakukan lebih efektif dan tepat arah. Genangan banjir di jalan-jalan Samarinda jauh berkurang dan genangan hanya bertahan beberapa jam saja, tidak lagi berhari-hari karena drainase yang bagus.

Selain itu, jalan-jalan di tengah dan pinggir kota saat ini sudah makin menghitam dengan aspal baru. Pelayanan publik pun terus dilakukan perbaikan. Pelebaran drainase, pembuatan jalan-jalan tembusan, gorong-gorong saluran air, terowongan untuk memecah kemacetan di Jalan Tenggiri dan masih banyak lagi program positif yang berdampak langsung ke masyarakat.

Masih banyak lagi hal-hal baik dilakukan selama kepemimpinan Andi Harun, renovasi Pasar Pagi, pembangunan Teras Samarinda dan rencana revitalisasi Chinatown akan lebih mempercantik ibu kota Kaltim ini.

Kemungkinan besar, KPU akan memperpanjang waktu pendaftaran jika hanya ada satu pasang calon yang mendaftar. Pada akhirnya, jika sampai terjadi kotak kosong di Samarinda, maka ini bukan sesuatu yang buruk dalam demokrasi kota ini. Atau karena kongkalikong jahat untuk ‘membunuh’ lawan politik sebelum perang sesungguhnya, pilkada.

Kotak kosong Samarinda terjadi, karena kecintaan kepada pemimpin yang mampu menjawab dan memenuhi apa yang dimaui rakyatnya dengan eksekusi, bukan janji. Dan Andi Harun telah membuktikannya.

 

Related posts

Menjelang Natal 2021, GPIB Immanuel Mojokerto Sambut Jemaat Dengan Prokes Ketat

Phandu

PBNU Terima Konsesi Tambang, Asman Aziz Sebut Langgar Prinsip Fikih NU

Aminah

HUT PMI Ke-76, Wagub Kaltim Ikut Donor Darah

Febiana