
Samarinda, Natmed.id – Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda Samri Shaputra menyatakan dukungannya terhadap pengembangan Festival Kampung Ketupat. Menurutnya, acara rutin yang digelar setiap tahun di Kelurahan Masjid, Samarinda Seberang itu harus naik kelas. Jika selama ini hanya sekadar acara tahunan, ke depan diminta menjadi ikon budaya permanen kota.
Menurut Samri, Festival Kampung Ketupat telah berkembang sebagai sarana ekspresi budaya dan penggerak ekonomi masyarakat setempat. Namun, potensi besar yang dimilikinya tidak akan maksimal bila tidak didukung dengan kebijakan berkelanjutan dari pemerintah.
“DPRD, khususnya Komisi I, menilai Kampung Ketupat layak dijadikan kawasan budaya permanen. Tidak hanya sekadar panggung festival tahunan, tapi sebagai ruang hidup budaya yang berkontribusi terhadap citra kota,” ujar Samri saat menghadiri penutupan Festival Kampung Ketupat 2025 pada Minggu sore, 18 Mei 2025.
Ia menyebut bahwa keunikan Kampung Ketupat merupakan modal sosial yang langka dan tak tergantikan. Karena itu, menurutnya, perlu ada langkah konkret dari pemkot untuk menetapkan kawasan tersebut sebagai zona budaya yang dilindungi.
“Kalau hanya jadi agenda seremonial, efeknya tidak akan bertahan lama. Tapi kalau ditetapkan jadi kawasan budaya, akan ada intervensi kebijakan dari pemerintah. Mulai dari alokasi anggaran, penataan infrastruktur, hingga promosi wisata,” tegasnya.
Samri juga mengapresiasi partisipasi aktif masyarakat, terutama dari kelompok Dasawisma tiap RT yang menyajikan aneka kuliner khas daerah dengan bahan utama ketupat. Baginya, pelibatan warga adalah kunci dalam menjaga kelestarian budaya.
“Festival ini berhasil menghadirkan kolaborasi lintas sektor. Ada UMKM, komunitas seni, kelompok Dasawisma, dan pelajar. Nah, ini yang harus dirawat agar tidak padam setelah acara selesai,” jelasnya.
Lebih lanjut, Samri menyoroti pentingnya penguatan regulasi. Ia menilai perlu ada perda yang secara khusus mengatur tentang kawasan budaya lokal, termasuk skema insentif bagi pelaku usaha kecil yang aktif mempromosikan kekayaan budaya.
“Kami di Komisi I akan coba inisiasi kajian perda ini, atau minimal mendorong pemkot agar menyiapkan drafnya. Jangan sampai momen tahunan seperti ini hanya bagus di dokumentasi, tapi tidak masuk dalam rencana jangka panjang pembangunan kota,” imbuhnya.
Di sisi lain, Wali Kota Samarinda Andi Harun juga menyampaikan komitmen untuk menindaklanjuti gagasan pengembangan Kampung Ketupat.
Dalam wawancara usai acara, ia menyatakan bahwa kawasan tersebut memang sudah masuk dalam radar prioritas pemerintah kota untuk direvitalisasi.
“Insyaallah dalam waktu dekat kami akan turunkan tim lintas OPD untuk melakukan survei langsung ke lapangan. Kampung Ketupat ini punya potensi besar, baik secara historis maupun ekonomis,” ujar Andi.
Ia juga menyebut bahwa acara seperti Festival Kampung Ketupat sejalan dengan misi pemerintah dalam mengangkat nilai-nilai lokal untuk menjadi kekuatan pariwisata kota.
“Ke depan, kita ingin ada program yang lebih permanen di sini, bukan hanya festival tahunan. Mungkin bisa dalam bentuk rumah budaya, galeri UMKM, atau pusat edukasi tradisi,” lanjutnya.
Festival yang berlangsung sejak 16 Mei 2025 itu ditutup pada Minggu, 18 Mei 2025. Sejumlah kegiatan meramaikan suasana, mulai dari lomba-lomba antarkelurahan, panggung hiburan rakyat, bazar UMKM, hingga pembagian doorprize.
Meski sempat tertunda akibat hujan deras, antusiasme masyarakat tetap tinggi hingga malam penutupan.
Tema festival tahun ini, “Kampung Ketupat Beranyam Seni dan Budaya, Menyatukan Rasa dan Tradisi untuk Samarinda”, menjadi cerminan semangat warga dalam menjaga warisan leluhur sekaligus membuka diri terhadap pengembangan yang lebih modern.
Dengan sinergi antara eksekutif dan legislatif, harapan menjadikan Kampung Ketupat sebagai ikon budaya permanen Samarinda bukanlah hal yang mustahil. Tinggal menunggu komitmen nyata dalam bentuk regulasi, perencanaan anggaran, dan pelibatan masyarakat secara berkelanjutan.