Samarinda, Natmed.id – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud, menyoroti berbagai ketimpangan dalam sistem perpajakan dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang berlaku di daerah.
Dalam pernyataannya, Rudy menekankan pentingnya memberikan keringanan kepada masyarakat, khususnya terkait pajak daerah.
Ia juga menegaskan bahwa denda keterlambatan pembayaran pajak, baik di tahun pertama maupun tahun-tahun berikutnya bisa digratiskan.
“Kami ingin masyarakat tidak terbebani, khususnya dalam hal denda pajak. Pajak itu hanya instrumen, bukan andalan utama PAD. Seharusnya sumber utama pendapatan daerah berasal dari Perusda yang justru harus kita dorong agar bisa memberikan kontribusi signifikan,” tegasnya, Selasa, 8 April 2025.
Rudy Mas’ud kemudian menyinggung minimnya penerimaan Kaltim dari sektor SDA. Padahal, provinsi berjuluk Benua Etam dikenal sebagai lumbung energi nasional.
Ia mengaku prihatin karena sebagian besar kewenangan pengelolaan SDA, seperti minyak, gas, batu bara, dan kelapa sawit dipegang oleh pemerintah pusat.
Untuk kelapa sawit, ia mencontohkan, luasan lahan pengelolaannya telah mencapai 1,5 juta juta hektare. Tetapi, kontribusinya ke daerah hanya sekitar Rp20 miliar per tahun.
“Tidak signifikan. Batubara pun, meski produksinya tinggi, pendapatan kita cuma sekitar Rp6 triliun, itu pun tidak cukup menutupi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan,” tegas Rudy.
Yang terbaru, lanjutnya, seperti terjadi di kawasan Universitas Mulawarman (Unmul), di mana aktivitas tambang ilegal merambah ke dalam hutan pendidikan.
“Kami sudah sidak. Ada sekitar 3,2 hektare wilayah Unmul yang dirambah tambang. Ini sangat merusak, mengganggu kegiatan observasi dan penelitian para mahasiswa dan dosen. Ini harus jadi perhatian bersama,” ungkapnya.
Rudy meminta awak media dan seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menyuarakan ketidakadilan ini. Kolaborasi ini sekaligus mendorong pemerintah pusat agar lebih memberikan ruang dan keadilan fiskal bagi daerah penghasil energi seperti Kaltim.