Jakarta, Natmed.id – Menjelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, dinamika politik semakin memanas dengan berbagai spekulasi mengenai calon yang akan memimpin ibu kota.
Merespons hal tersebut, Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Jakarta menggelar diskusi publik yang mengangkat tema “Siapa Layak Pimpin Jakarta?” di Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2024).
Ketua Pengurus Daerah JMSI Jakarta Wayan Sudane menjelaskan bahwa tujuan dari diskusi ini untuk mengupas berbagai kemungkinan yang dapat terjadi dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Diskusi ini juga merespons perkembangan terbaru terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sempat memicu perdebatan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Dinamika politik hari ini sangat dinamis jelang pilkada, terutama di Jakarta yang merupakan pusatnya Indonesia. Diskusi ini diharapkan menjadi ruang bagi publik Jakarta untuk lebih mengenal calon pemimpin mereka,” ujar Wayan.
“Apalagi kemarin ada kejutan baru dari MK. Meskipun hari ini Baleg DPR rapat membahas hal itu dan sepertinya sedikit bertentangan dengan putusan MK kemarin. Jadi, semakin banyak kemungkinan yang akan terjadi,” tambahnya.
Dalam diskusi tersebut dihadiri dua narasumber yang merupakan pengamat politik, yakni Prof. Ikrar Nusa Bhakti dan Ujang Komarudin.
Ikrar menyoroti dukungan koalisi besar KIM Plus terhadap pasangan Ridwan Kamil-Suswono yang menurutnya merupakan tindakan tidak lazim dalam demokrasi.
Ia menyebut langkah tersebut sebagai bagian dari permainan politik elit yang menciptakan ‘tirani minoritas’ dan ‘dictator mayoritas’.
“Tindakan dari KIM Plus saya kira sebagai tindakan yang tidak lazim dalam demokrasi. Buat saya itu adalah bagian dari permainan elit politik atau yang saya sebut sebagai tirani minoritas,” ujarnya.
Ia juga menyinggung putusan MK terkait batas usia calon kepala daerah yang menurutnya dianulir oleh Badan Legislasi DPR.
“Kebetulan Kaesang belum masuk usia 30 tahun saat pendaftaran terakhir pada 29 Agustus nanti. Otomatis tidak memiliki hak untuk maju sebagai calon. Akan tetapi pada sore ini, DPR nampaknya menganulir keputusan dari MK tersebut,” paparnya.
Sementara itu, Ujang Komarudin menyoroti skema KIM Plus yang dianggap sebagai upaya untuk mengeliminasi Anies Baswedan dari persaingan.
Menurut Ujang, skema ini mungkin merupakan bagian dari strategi Ridwan Kamil untuk maju tanpa ada persaingan dari Anies.
“Bukan tanpa alasan, skema KIM Plus itu dibuat memang untuk mengeliminasi Anies. Karena permintaan dari Ridwan Kamil,” kata Ujang.
Lebih lanjut, Ujang menekankan bahwa keputusan DPR yang mengubah putusan MK terkait syarat batas usia calon kepala daerah serta syarat pengajuan calon adalah tindakan yang bisa berakibat fatal.
“MK telah memutuskan di tahun 2018 dalam sebuah keputusannya yang mengatakan bahwa ketika ada produk hukum lain yang bertentangan dengan MK maka disebut inkonstitusional,” jelasnya.
“Jadi ketika DPR memutuskan di luar keputusan MK, tidak ikut keputusan MK, mohon maaf, Pilkada-nya bisa tidak sah,” tandasnya.