National Media Nusantara
DPRD Kaltim

Golkar Desak Penegakan Hukum Lingkungan dan Reformasi Pengelolaan Sampah di Kaltim

Teks: Juru Bicara Fraksi Golkar Andi Satya Adi Saputra menyampaikan pandangan umum terkait Raperda penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

Samarinda, natmed.id – Fraksi Partai Golkar DPRD Kalimantan Timur menyampaikan sejumlah catatan kritis dan harapan terhadap rancangan peraturan daerahb(Raperda) tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang disampaikan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam rapat paripurna ke-22 pada 9 Juli 2025 lalu.

Pandangan umum fraksi disampaikan secara resmi dalam forum rapat paripurna ke-23 DPRD Kalimantan Timur yang digelar pada Senin, 14 Juli 2025 di ruang rapat utama DPRD Kaltim.

Juru Bicara Fraksi Golkar, Andi Satya Adi Saputra, dalam penyampaiannya menyatakan bahwa fraksinya mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang telah menginisiasi pembaruan regulasi lingkungan.

Rancangan perda tersebut merupakan upaya untuk memperbarui dua regulasi terdahulu, yakni Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

“Dengan adanya peraturan daerah yang baru diharapkan akan lebih mampu menjawab berbagai persoalan lingkungan hidup di Kalimantan Timur di masa mendatang,” ujar Andi Satya.

Dalam ulasannya, Fraksi Golkar menyoroti dinamika kualitas lingkungan di Kalimantan Timur selama lima tahun terakhir yang menunjukkan tren fluktuatif. Penurunan kualitas lingkungan sempat terjadi pada periode 2020 hingga 2022, dengan indeks terendah berada pada angka 74,46. Namun, situasi membaik pada dua tahun terakhir dengan indeks naik menjadi 75,47 pada 2023 dan 76,63 pada 2024.

Andi menjelaskan, dari sejumlah indikator penyusun indeks kualitas lingkungan, dua di antaranya memerlukan perhatian khusus, yakni indeks kualitas air dan indeks kualitas air laut yang justru mengalami penurunan. Sebaliknya, indeks kualitas udara dan lahan menunjukkan peningkatan. Hal ini, menurut Fraksi Golkar, harus menjadi perhatian serius Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur.

“Terkait hal ini perlu menjadi perhatian bagi Dinas Lingkungan Hidup untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap meningkatnya pencemaran pada lingkungan air dan air laut. Hal ini merupakan tantangan untuk mencapai target kualitas lingkungan hidup yang diharapkan,” tegasnya.

Isu lain yang tak luput dari perhatian adalah persoalan pengelolaan sampah yang dinilai semakin kompleks. Andi menyoroti masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilah sampah dari sumbernya, serta keterbatasan peran pemerintah kabupaten/kota yang selama ini hanya fokus pada pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

Ia menilai, belum tersedia fasilitas penampungan berdasarkan jenis sampah turut memperparah permasalahan ini.

“Sementara pemerintah pun belum menyediakan tempat penampungan sampah yang berbeda berdasarkan jenisnya sehingga menumpuk menjadi satu dalam satu wadah di TPS yang akhirnya pada saat diangkut memberikan dampak aroma tidak sedap akibat sampah yang membusuk,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Fraksi Golkar mendesak agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mendorong pemerintah kabupaten dan kota untuk menerapkan metode pengelolaan sampah yang lebih modern dan ramah lingkungan, yakni sistem sanitary landfill, dan meninggalkan metode open dumping yang sudah tidak relevan lagi.

Fraksi Golkar juga menyoroti pentingnya daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagai pertimbangan dalam penerbitan perizinan kegiatan usaha.

Dalam konteks ini, pelaku usaha diminta untuk menggunakan teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan mematuhi berbagai ketentuan seperti AMDAL, UKL-UPL, serta SPPL. Pemerintah daerah, terutama Dinas Lingkungan Hidup, juga diminta meningkatkan kapasitas pengawas lingkungan.

“Mohon penjelasan bagaimana kondisi aktual pejabat pengawas lingkungan hidup yang dimiliki oleh DLH. Berapa jumlah izin yang dapat diawasi dan jumlah penanggung jawab izin yang taat pada tahun 2024? Apakah sudah dilakukan penindakan atau pemberian sanksi terhadap pencemar lingkungan hidup di Kalimantan Timur?” tanyanya secara terbuka.

Dalam forum tersebut, Fraksi Golkar juga memaparkan berbagai kejadian pencemaran lingkungan hidup yang terjadi di sejumlah wilayah Kalimantan Timur dalam beberapa tahun terakhir. Termasuk di antaranya pencemaran Sungai Lawak di Kutai Barat akibat aktivitas perkebunan pada Juni 2024, perubahan warna air di Sungai Jembayan akibat aktivitas perusahaan, serta pencemaran mikroplastik dan logam berat di Sungai Mahakam.

Tak hanya itu, mereka juga menyinggung pencemaran di Teluk Balikpapan Barat akibat kebocoran minyak tahun 2018, pencemaran laut di area STS Muara Berau, dan kerusakan ekologis di kawasan Hutan Pendidikan Unggul akibat pertambangan ilegal. Di bulan April dan Juni 2025, tercatat kebocoran sumur minyak milik Pertamina yang berdampak pada pencemaran air PDAM dan tidak dapat dimanfaatkan masyarakat.

Berbagai insiden ini menurut Fraksi Golkar menjadi gambaran nyata akan lemahnya pengawasan dan ketegasan hukum terhadap pelanggaran lingkungan di Kaltim. Data BPS Kalimantan Timur tahun 2024 menyebutkan terdapat 197 desa atau kelurahan yang mengalami pencemaran air, 25 pencemaran tanah, dan 14 pencemaran udara. Selain itu, bencana banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan juga masih melanda ratusan wilayah desa di provinsi tersebut.

Fraksi Golkar meminta agar pemerintah provinsi menjalankan kewenangannya secara optimal, termasuk melalui penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan, peningkatan kesadaran publik, dan kewajiban penggunaan teknologi ramah lingkungan bagi dunia usaha.

Terkait dengan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2020 yang berlaku selama 30 tahun, Fraksi Golkar juga meminta klarifikasi mengenai sejauh mana implementasi Perda tersebut, serta dampaknya pascaterbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2025 tentang perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diundangkan pada 5 Juni 2025 lalu.

Menutup pandangan umumnya, Fraksi Golkar menegaskan bahwa pembahasan lebih mendalam terhadap substansi Raperda ini akan dilakukan melalui panitia khusus sesuai tata tertib DPRD Kalimantan Timur.

Proses ini, menurut mereka, penting untuk memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan benar-benar menjawab kebutuhan perlindungan lingkungan secara komprehensif dan berkelanjutan di wilayah Kalimantan Timur.

 

Related posts

Potensi Pertanian dan Perikanan Kukar Menjanjikan, Seno Aji Berharap Dapat Dimanfaatkan

Laras

DPRD Kaltim Sahkan Perda Pendukung Pengelolaan Pesantren

Laras

Kekerasan Anak di Samarinda Meroket, DP2PA Diminta Tingkatkan Pengawasan

ericka

You cannot copy content of this page