
Balikpapan, Natmed.id – Komisi I DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) mengecam pengelolaan Royal Suite Hotel di Balikpapan. Sebab, dinilai amburadul dan tidak mencerminkan tata kelola aset milik daerah secara profesional.
Sorotan tajam itu muncul setelah kunjungan kerja ke hotel yang merupakan aset pemerintah provinsi (pemprov) pada Kamis, 15 Mei 2025.
Royal Suite Hotel diketahui dikelola oleh pihak swasta, yakni PT Timur Borneo Indonesia (TBI). Kerja sama pemanfaatan berlaku selama 30 tahun sejak ditandatanganinya perjanjian pada tahun 2016.
Namun, bukannya memberikan kontribusi optimal terhadap pendapatan asli daerah (PAD), manajemen hotel justru diduga menelantarkan kewajiban finansial hingga menumpuk menjadi utang miliaran rupiah.
Menurut Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Agus Suwandy, hasil peninjauan fisik dan penelusuran dokumen mengungkapkan adanya sejumlah indikasi pelanggaran berat dalam pengelolaan hotel tersebut.
“Banyak pelanggaran. Kamar hotel diubah jadi karaoke dewasa, menjual minuman beralkohol, sampai tak menyetorkan kontribusi ke kas daerah. Pemprov harus tegas soal ini,” tegas Agus.
DPRD menilai permasalahan ini bukan hanya menyangkut aspek administrasi dan keuangan. Namun, juga telah mencoreng marwah pengelolaan aset publik yang seharusnya menjadi sumber pemasukan legal bagi daerah.
Agus menyebut bahwa PT TBI telah melakukan wanprestasi serius yang berpotensi merugikan negara, baik dari sisi finansial maupun citra tata kelola aset.
Kontribusi tetap yang disepakati dalam perjanjian kerja sama sebesar Rp618 juta per tahun, dengan skema kenaikan 5 persen tiap tahun.
Namun, berdasarkan penjelasan Kepala Biro Umum Sekretariat Daerah (Setda) Kaltim, Lisa Hasliana, kontribusi tersebut hanya dibayar pada tahun pertama. Sejak 2018, tunggakan mulai menumpuk dan menjadi temuan resmi dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Pemprov telah mengirimkan empat kali surat peringatan, namun tak pernah mendapat respons yang memadai dari manajemen,” jelas Lisa.
Ia juga mengungkapkan bahwa pemprov tengah mengkaji opsi pemutusan kontrak secara sepihak karena tidak adanya iktikad baik dari pengelola.
Desakan agar pemerintah segera mengambil langkah hukum dan administratif juga datang dari anggota Komisi I lainnya, Yusuf Mustafa.
Ia menyarankan agar Pemprov menggandeng kejaksaan untuk mempercepat proses pengambilalihan pengelolaan hotel.
“Gandeng kejaksaan. Kosongkan pengelolaan hotel. Ambil alih. Pelanggarannya sudah terang benderang. Pengelola terkesan sengaja mengulur-ulur masalah,” ujarnya.
Dugaan penyalahgunaan izin operasional turut menambah keruh persoalan. Selain mengubah fungsi kamar menjadi ruang karaoke dewasa tanpa izin yang jelas, manajemen juga dituding menjual minuman beralkohol tanpa lisensi resmi dari pemerintah.
Praktik ini, menurut DPRD, tidak hanya melanggar perjanjian kerja sama, tetapi juga berpotensi melanggar hukum pidana dan peraturan daerah.
Menanggapi hal itu, Manajer Royal Suite Hotel, Jois Canete menyampaikan bahwa pihaknya baru mulai mengambil alih pengelolaan pada Maret 2022, di saat utang kontribusi tetap kepada daerah mencapai Rp2,7 miliar.
Ia mengklaim telah mengajukan permohonan keringanan dan peninjauan ulang nilai kontribusi dengan mempertimbangkan dampak pandemi terhadap operasional usaha.
Namun, alasan tersebut ditolak mentah-mentah oleh DPRD. Para wakil rakyat menilai bahwa pandemi tidak bisa dijadikan dalih untuk menghindari kewajiban yang telah tertuang secara sah dalam kontrak kerja sama.
“Jangan sampai aset pemerintah dikelola seperti warisan pribadi. Ini menyangkut kepentingan publik dan keuangan daerah,” tegas Agus Suwandy.
Saat ini, DPRD tengah menyiapkan rekomendasi resmi kepada Gubernur Kaltim untuk segera menindaklanjuti persoalan ini melalui jalur hukum maupun administratif. Komisi I juga memastikan akan terus mengawal kasus ini hingga pengelolaan aset daerah kembali sesuai dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme.