
Samarinda, natmed.id – Anggota DPRD Kalimantan Timur Andi Satya Adi Saputra menegaskan, persoalan kekurangan tenaga kesehatan di Kalimantan Timur saat ini telah memasuki fase yang mengkhawatirkan dan tak bisa lagi dibiarkan berlarut-larut.
Menurutnya, persoalan ini bukan semata menyangkut soal distribusi tenaga medis yang timpang, namun sudah menyentuh akar sistem pelayanan kesehatan daerah yang belum terbangun secara utuh dan merata.
“Jika krisis tenaga kesehatan ini tidak segera ditangani secara sistematis, maka bisa menjadi hambatan besar bagi pencapaian standar pelayanan kesehatan di Kalimantan Timur,” ungkap Andi Satya, Senin, 21 Juli 2025.
Dari total kebutuhan sekitar 4.000 tenaga medis yang dibutuhkan di berbagai lini layanan kesehatan di provinsi ini, hingga kini baru separuhnya yang dapat terpenuhi.
Situasi ini menyebabkan sejumlah fasilitas kesehatan, terutama yang berada di wilayah perdesaan dan kawasan 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), tidak mampu memberikan pelayanan secara optimal.
Warga harus menempuh perjalanan jauh menuju pusat kota untuk mendapat penanganan medis yang memadai, sebuah kondisi yang ironis di tengah geliat pembangunan infrastruktur Kaltim sebagai calon ibu kota negara.
Menanggapi situasi tersebut, Andi Satya menyampaikan sejumlah langkah konkret yang menurutnya dapat diterapkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Ia mendorong pemanfaatan teknologi digital sebagai solusi transisional, khususnya melalui sistem telemedicine yang belakangan kian berkembang di tingkat nasional.
“Sistem pelayanan kesehatan jarak jauh ini dapat membantu menjangkau daerah-daerah yang kekurangan dokter atau tenaga medis lainnya. Sebab teknologi harus jadi solusi. Apalagi sekarang akses internet di banyak wilayah sudah membaik. Ini bisa dimanfaatkan untuk pemeriksaan awal dan konsultasi tanpa harus ke pusat kota,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia menilai, penguatan kerja sama lintas sektor menjadi elemen penting dalam menghadapi keterbatasan sumber daya manusia di bidang kesehatan.
Salah satunya melalui kemitraan strategis antara pemerintah daerah dengan perguruan tinggi, terutama kampus-kampus di luar Kalimantan Timur, agar distribusi tenaga medis ke wilayah-wilayah yang membutuhkan bisa lebih cepat terealisasi.
“Skema kemitraan semacam ini diharapkan memperkuat cakupan pelayanan dasar kesehatan di seluruh provinsi,” imbuhnya.
Di sisi lain, Andi juga menekankan pentingnya membangun ekosistem keberlanjutan yang dapat menjawab persoalan ini dari akarnya. Ia mengusulkan, pemerintah daerah dapat membuka jalur beasiswa khusus bagi putra-putri daerah yang memiliki minat menempuh pendidikan di bidang kesehatan, terutama kedokteran.
Namun beasiswa tersebut, menurutnya, perlu disertai ikatan dinas yang mengharuskan penerimanya kembali dan mengabdi di kampung halaman setelah lulus.