Jakarta, Natmed.id – Dewan Pers mencatat tahun 2025 sebagai periode yang penuh paradoks bagi industri media di Indonesia. Meski skor Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) mengalami kenaikan tipis menjadi 69,44, realitas di lapangan justru menunjukkan tren mengkhawatirkan dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap jurnalis, tekanan dari pejabat negara, serta krisis ekonomi media yang kian mendalam akibat disrupsi digital.
Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2025, kemerdekaan pers masih berada di bawah bayang-bayang intimidasi. Salah satu insiden yang paling disorot adalah perampasan alat kerja dan penghapusan rekaman video wartawan Kompas TV oleh oknum saat meliput ketegangan bencana di Aceh pada 11 Desember lalu.
Selain kekerasan fisik, Dewan Pers juga mengkritik keras sikap sejumlah pejabat negara yang mencoba mengarahkan narasi pemberitaan.
Pernyataan KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya yang meminta media tidak menonjolkan kekurangan pemerintah dalam penanganan bencana dinilai sebagai bentuk intervensi yang mencederai Pasal 4 ayat (3) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Segala bentuk tekanan ini berbahaya karena menciptakan efek gentar (chilling effect), mendorong swasensor, dan pada akhirnya melemahkan fungsi pers sebagai kontrol sosial,” ujar Komaruddin dalam laporan akhir tahun di Jakarta, 30 Desember 2025.
Persoalan profesionalisme juga menjadi catatan merah. Dewan Pers mencatat lonjakan drastis pengaduan masyarakat yang mencapai 1.166 kasus sepanjang Januari-November 2025, hampir dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.
Mayoritas pengaduan dialamatkan kepada media siber terkait pelanggaran kode etik seperti judul clickbait, pengabaian prinsip cover both sides, hingga ujaran kebencian.
Untuk membentengi kualitas jurnalisme di era teknologi, Dewan Pers telah mengambil langkah strategis dengan menerbitkan Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penggunaan Kecerdasan Buatan (AI) dalam Karya Jurnalistik.
Selain itu, upaya sertifikasi terus digenjot dengan mencatatkan 14.647 wartawan tersertifikasi melalui 145 kegiatan UKW sepanjang tahun.
Di sisi ekonomi, industri media masih terengah-engah menghadapi perubahan algoritma platform digital. Data AJI menunjukkan lebih dari 800 pekerja media terkena PHK hingga pertengahan tahun ini.
Menanggapi situasi ini, Dewan Pers menginisiasi beberapa solusi, di antaranya adalah dana jurnalisme Indonesia yaitu upaya menciptakan ekosistem pendanaan jurnalisme yang mandiri.
Kemudian, nota kesepahaman dengan KPPU yaitu untuk memastikan persaingan usaha yang sehat dengan platform digital.
Setelah itu modernisasi manajemen yaitu melatih 246 perusahaan pers dalam pemanfaatan AI untuk bisnis dan partisipasi dalam E-Katalog Inaproc guna memperluas sumber pendapatan.
Sebagai upaya nyata perlindungan hukum, Dewan Pers telah menyediakan 118 ahli pers untuk mendampingi kasus-kasus hukum, di mana 86 di antaranya terkait dengan UU ITE.
Momentum penting tahun ini juga ditandai dengan peluncuran Mekanisme Nasional Keselamatan Pers pada 24 Juni 2025, yang membentuk Satgas Nasional untuk koordinasi cepat penanganan kasus kekerasan.
Sebagai penutup refleksi tahunan, Dewan Pers menganugerahkan Anugerah Dewan Pers 2025 kepada tiga sosok inspiratif diantaranya, HM Jusuf Kalla (Tokoh Perdamaian dan Kemanusiaan), almarhum Jakob Oetama (Tokoh Pers), dan Muhammad Rifky Juliana (Sosok Wartawan Tangguh).
Melalui siaran pers ini, Dewan pers mengajak seluruh elemen bangsa pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat untuk terus menjaga kemerdekaan pers sebagai fondasi utama demokrasi Indonesia menyongsong tahun 2026 yang tak kalah menantang.
