National Media Nusantara
DPRD Kaltim

BK DPRD Kaltim Tegaskan Anggota Komisi IV Tak Langgar Etik

Samarinda, natmed.id – Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur resmi menyimpulkan tidak terdapat pelanggaran etik dalam insiden permintaan kepada kuasa hukum Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) untuk meninggalkan ruang Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi IV DPRD Kaltim pada 29 April 2025.

Keputusan ini diumumkan dalam Rapat Internal BK yang berlangsung di Ruang Rapat BK DPRD Kaltim, Senin, 21 Juli 2025.

Kasus ini mencuat setelah dua organisasi advokat, Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Advokat Indonesia (DPD IKADIN) Kalimantan Timur dan Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kalimantan Timur (TABAK), melayangkan laporan resmi kepada BK.

Masing-masing laporan, bertanggal 14 Mei 2025, terdaftar dengan nomor 13/DPD-IKADIN/KALTIM/V/2025 dan 1/TABAK/KALTIM/V/2025.

Dalam laporan tersebut, para pelapor menyatakan keberatan atas tindakan dua anggota Komisi IV, yakni Andi Satya Adi Saputra, dan Darlis Pattalongi yang dinilai bertindak sewenang-wenang terhadap kuasa hukum RSHD.

Para pelapor, yakni Febronius Stevie, Desi Andria, dan Nana, merupakan bagian dari tim hukum yang mewakili RSHD dalam RDPU yang membahas persoalan ketenagakerjaan antara manajemen rumah sakit dan sejumlah pegawai.

Dalam forum tersebut, pimpinan rapat yang dijabat Andi Satya sempat mempertanyakan ketidakhadiran direktur RSHD. Pihak kuasa hukum kemudian menjelaskan bahwa direksi tengah berada di luar kota dan menunjuk tim hukum sebagai wakil.

Namun, suasana rapat berubah ketika Garis Patologi menyampaikan pendapat agar kuasa hukum meninggalkan ruang sidang, dengan alasan pembahasan lebih lanjut akan difokuskan pada dialog antara Komisi IV, Dinas Tenaga Kerja, dan para pegawai rumah sakit.

Permintaan tersebut direspons oleh tim hukum dengan menyampaikan pamit secara lisan maupun tertulis, namun kemudian dianggap sebagai tindakan yang melecehkan profesi advokat dan mencederai etika forum DPRD.

Menanggapi laporan tersebut, BK DPRD Kaltim menggelar serangkaian pemeriksaan pendahuluan. Proses ini mengacu pada ketentuan pasal 7 Tata Cara BK DPRD Kaltim, yang mengatur mekanisme penanganan laporan pelanggaran etik.

Pada 14 Mei 2025, pelapor telah melengkapi dokumen identitas serta kronologi peristiwa. BK kemudian menyatakan laporan memenuhi unsur administrasi dan mulai menjadwalkan pemanggilan pihak-pihak terkait.

Pemaparan dari pihak pelapor dan saksi disampaikan pada 2 Juni 2025. Sementara para terlapor memberikan klarifikasi langsung di hadapan BK pada 12 Juni 2025. BK juga mengkaji berbagai bukti dokumenter, termasuk rekaman audio dan video saat RDPU berlangsung.

Berdasarkan hasil verifikasi tersebut, BK menyimpulkan bahwa tidak terdapat unsur penghinaan atau pengusiran paksa sebagaimana yang dituduhkan.

“Pemeriksaan kami menunjukkan bahwa tidak ada kalimat atau tindakan yang bersifat menghina profesi advokat. Permintaan agar kuasa hukum keluar dari ruang rapat dilakukan dengan dasar hukum yang jelas,” ujar Ketua BK DPRD Kaltim, H. Subandi, saat membacakan hasil akhir pemeriksaan.

BK dalam pertimbangannya merujuk pada beberapa regulasi penting. Di antaranya, Pasal 126 ayat (8) Tata Tertib DPRD Kaltim yang menegaskan bahwa kehadiran dalam RDPU yang melibatkan pihak luar wajib diwakili langsung oleh pimpinan lembaga terkait.

Selain itu, BK juga mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, serta Kode Etik DPRD Provinsi Kalimantan Timur yang mengatur sikap dan perilaku anggota dewan dalam forum resmi.

“Permintaan agar kuasa hukum RSHD meninggalkan ruang rapat bukan merupakan bentuk pelanggaran. Itu adalah langkah prosedural agar RDPU berjalan sesuai tata tertib,” jelas Subandi.

BK menilai bahwa surat undangan rapat memang ditujukan kepada direksi rumah sakit, bukan kepada tim hukum. Maka dari itu, ketidakhadiran unsur pimpinan RSHD menjadi pertimbangan penting yang memperkuat posisi terlapor dalam kasus ini.

Tidak hanya itu, BK juga mencatat bahwa pelapor telah diberikan kesempatan menyampaikan bukti tambahan, namun tidak ditemukan materi baru yang dapat mengubah kesimpulan awal.

Berdasarkan keseluruhan hasil pemeriksaan, BK memutuskan bahwa tindakan dua anggota Komisi IV tersebut tidak melanggar kode etik maupun tata tertib DPRD Kaltim.

Laporan dinyatakan tidak dapat dilanjutkan ke tahap mediasi ataupun sidang etik. Putusan ini bersifat final, mengikat, dan tidak dapat diganggu gugat.

“Seluruh tahapan telah kami jalankan secara adil dan terbuka. Keputusan ini diambil demi menjunjung tinggi etika kelembagaan dan perlindungan hukum terhadap semua pihak,” tegas Subandi.

Ia juga memastikan bahwa seluruh pihak, baik pelapor maupun terlapor, akan menerima salinan resmi keputusan tersebut. Langkah ini dinilai penting sebagai bentuk pertanggungjawaban prosedural BK kepada publik.

“Kami pastikan semua pihak akan menerima salinan resmi keputusan ini sebagai bentuk pertanggungjawaban prosedural kami,” kata Subandi.

Related posts

Komisi I DPRD Kaltim Tindaklanjuti Aduan Warga soal Lahan di Konsesi Tambang

Paru Liwu

PT KSM Bangun Pabrik Tanpa Amdal, Andi Satya: Ini Keanehan Luar Biasa

Ellysa Fitri

DPRD Kaltim Serahkan Hasil Reses, Infrastruktur dan Pelayanan Publik Masih Jadi Keluhan Utama

Paru Liwu

You cannot copy content of this page