Bontang, Natmed.id – Alokasi anggaran penanganan stunting di Kota Bontang, Kalimantan Timur sebanyak Rp3 miliar dinilai belum efektif menekan angka kasus tersebut.
Duit sebanyak itu merupakan bagian dari pos kesehatan dengan total Rp27 miliar. Sebanyak Rp24 miliar di antaranya dialokasikan untuk program BPJS yang menerima porsi lebih besar daripada penanganan stunting.
Anggota DPRD Bontang, Muhammad Yusuf menilai alokasi dana ini tidak signifikan dalam mengatasi permasalahan stunting. Apalagi, alat ukur dan koordinasi di lapangan masih terbatas.
Menurutnya, pelaksanaan program kesehatan di Bontang perlu ditinjau ulang agar dana yang terbatas bisa efektif dalam menekan angka stunting.
Yusuf juga mengatakan, meski kader kesehatan bertugas menimbang dan mencatat data stunting di Posyandu, insentif yang diterima hanya sebesar Rp150 ribu per bulan. Realisasi pencairannya juga setiap tiga bulan sekali.
Rendahnya insentif, menurutnya, memengaruhi motivasi kader Posyandu dalam menjalankan tugas. “Saya setuju jika kader diberikan insentif yang layak, kasihan mereka dibayar hanya Rp300 ribu per bulan dan baru diterima setiap tiga bulan. Dalam kondisi ini, wajarlah mereka kurang bersemangat,” ujar Yusuf belum lama ini.
Selain masalah insentif, Yusuf juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat, terutama orang tua, dalam meningkatkan kesadaran menimbang anak.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Bontang, angka stunting di kota tersebut bisa menurun jika lebih dari 80 persen masyarakat rutin menimbang anak mereka. Sayangnya, kesadaran masyarakat dinilai masih rendah.
“Semakin banyak yang menimbang anaknya, angka stunting bisa turun. Namun, kesadaran masyarakat masih minim,” katanya.
Selain alokasi anggaran, standarisasi dalam penentuan kasus stunting juga menjadi perhatian. Yusuf menyoroti masih banyaknya kader di lapangan yang sulit membedakan status gizi anak secara tepat. Sebab, tidak adanya standar yang seragam.
Ia berharap adanya standar yang lebih jelas dalam penentuan status stunting agar data yang dihasilkan lebih akurat.
“Semua kader harus diseragamkan dalam penentuan standar stunting. Jika di bawah sekian kilogram baru dikatakan stunting, dan itu harus seragam. Saat ini tidak ada standarisasi yang jelas,” tegasnya.
Lebih lanjut, Yusuf juga mengusulkan bahwa pemerintah dan DPRD Bontang meningkatkan koordinasi antara Dinas Kesehatan dan kader di lapangan.
Dengan koordinasi yang lebih baik, ia berharap efektivitas program kesehatan, termasuk stunting, dapat meningkat secara signifikan.
Menurutnya, berbagai aspek mulai dari infrastruktur Posyandu hingga keterlibatan aktif masyarakat perlu diperkuat untuk menurunkan angka stunting.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam menangani permasalahan ini. “Jangan kita selalu menjadi beban pemerintah, sekali-kali kita bantu pemerintah,” tutupnya.