National Media Nusantara
Nasional

Indonesia Usung Instrumen Hukum Global untuk Keadilan Royalti Kreator Digital

Teks: Sidang Standing Committee on Copyright and Related Rights (SCCR) WIPO yang berlangsung di Jenewa, Swiss, 1-5 Desember 2025.

Jakarta, Natmed.id – Pemerintah Indonesia mengajukan proposal resmi ke World Intellectual Property Organization (WIPO) untuk menciptakan instrumen hukum internasional yang mengatur tata kelola royalti kreator di era digital. Langkah ini dilakukan untuk memperjuangkan keadilan ekonomi bagi para pencipta karya, termasuk di sektor musik dan audiovisual.

Proposal bertajuk Indonesian Proposal for a Legally Binding International Instrument on the Governance of Copyright Royalty in Digital Environment dibahas dalam sidang Standing Committee on Copyright and Related Rights (SCCR) WIPO, yang berlangsung pada 1–5 Desember 2025 di Jenewa, Swiss, diikuti 194 negara anggota.

Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno, selaku pemimpin delegasi Indonesia, menegaskan perlunya langkah ini. “Seringkali pencipta hanya menerima sebagian kecil dari pendapatan yang dihasilkan karya mereka sendiri. Ini bukan sekadar persoalan ekonomi, ini persoalan keadilan, kewajaran, dan pengakuan moral,” ujar Havas.

Menurut Havas, ketimpangan royalti global salah satunya disebabkan dominasi platform digital yang mengendalikan algoritma rekomendasi, model lisensi, serta sistem pelaporan pendapatan. UNESCO dan Bank Dunia memperkirakan setidaknya US$55,5 miliar royalti musik dan audiovisual setiap tahun “menghilang” dan tidak sampai ke kreatornya.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan empat masalah utama dalam sistem royalti global: metadata karya terfragmentasi, model pembagian royalti tidak proporsional, standar royalti berbeda antarnegara, dan kurangnya transparansi distribusi royalti.

“Dalam ekosistem digital, siapa yang menguasai data, dialah yang menguasai nilai. Inilah akar persoalan royalti global saat ini,” kata Supratman.

Untuk mengatasinya, Indonesia mengusulkan tiga pilar hukum internasional yang mengikat: standardisasi metadata fonogram dan audiovisual, kewajiban transparansi lisensi dan distribusi royalti lintas negara, serta mekanisme pengawasan global melalui audit internasional.

Indonesia optimistis keberhasilan proposal ini akan membuka akses data global bagi kreator dalam negeri, meningkatkan pendapatan royalti, dan menjamin karya anak bangsa dihargai secara adil di seluruh dunia.

“Teruslah berkarya dan percayalah bahwa negara sedang memperjuangkan hak anda bukan hanya di Jakarta, tetapi juga di hadapan dunia,” ujar Supratman.

Related posts

BRIN dan Kemenkumham Kolaborasi Pemanfaatan Riset dan Inovasi Nasional

Aras Febri

Kabar Duka Selimuti Indonesia, Jokowi Melayat Mendiang Istri Menkumham

natmed

JMSI Kaltim Utamakan Kualitas Bagi Anggotanya

Febiana