
Samarinda, natmed.id – Anggota DPRD Kalimantan Timur Fuad Fakhruddin menyesalkan insiden nyaris celakanya sebuah ambulans milik Rumah Sakit I.A Moeis saat melintas di Jembatan Mahakam I, Senin malam, 30 Juni 2025.
Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 23.00 WITA ketika ambulans yang tengah mengantar pasien rujukan darurat ke RSUD Abdul Wahab Sjahranie bersenggolan dengan sebuah truk bertonase besar yang melintas di jalur terlarang.
Kejadian bermula saat dua unit truk yang diduga berasal dari Kalimantan Selatan melintas di atas Jembatan Mahakam I. Salah satu truk tersebut menyenggol bagian kanan bodi ambulans, menyebabkan goresan cukup parah.
Meski terguncang akibat benturan, petugas medis tetap melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit rujukan di Samarinda. Sekitar tiga puluh menit kemudian, ambulans kembali ke lokasi kejadian untuk memastikan kondisi kendaraan dan membuat laporan kepada pihak berwenang.
Kehadiran truk bertonase besar di jalur tersebut menyalahi aturan yang telah ditetapkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Dalam Instruksi Gubernur Nomor 1 Tahun 2012 huruf B, telah disebutkan secara eksplisit bahwa kendaraan angkutan berat dilarang melintas di Jembatan Mahakam dan Jembatan Mahakam Ulu tanpa izin khusus dari Gubernur.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelanggaran masih saja terjadi, menimbulkan kekhawatiran serius bagi keselamatan pengguna jalan lainnya.
Fuad Fakhruddin menilai lemahnya pengawasan menjadi akar persoalan yang belum tertangani dengan baik oleh instansi terkait.
“Ini akibat kurangnya pengawasan. Selain bermuatan besar, mobilnya juga besar, risikonya tinggi. Yang kita khawatirkan bukan hanya ambulans, tapi juga pengendara roda dua,” ujar Fuad kepada wartawan pada Selasa, 1 Juli 2025.
Menurut Fuad, insiden tersebut harus menjadi peringatan keras bagi Dinas Perhubungan dan pihak keamanan jalan untuk tidak lagi bersikap permisif terhadap pelanggaran aturan. Ia menegaskan bahwa sekadar teguran tidak cukup sebagai bentuk penindakan terhadap pelaku pelanggaran.
“Harus ditindak, bukan hanya sekadar pelarangan. Ini sangat rawan, apalagi di Samarinda jalannya kecil. Kalau hanya ditegur, ke depan bukan tidak mungkin akan menyenggol warga atau pengendara roda dua. Itu sangat fatal,” lanjutnya.
Fuad juga menekankan pentingnya kehadiran aktif petugas Dinas Perhubungan di lapangan, khususnya di titik-titik rawan pelanggaran. Menurutnya, pengawasan tidak boleh bersifat pasif, melainkan harus dilakukan secara langsung dan berkelanjutan.
“Dinas Perhubungan punya peran besar. Jangan cuma sekadar tahu, tapi harus bergerak,” kata Fuad.
Kecelakaan yang nyaris menimpa ambulans ini membuka kembali perdebatan mengenai efektivitas kebijakan pembatasan angkutan berat di wilayah perkotaan. Meskipun regulasi telah dibuat, implementasi di lapangan tampak masih jauh dari harapan.
Oleh sebab itu, Fuad mendesak agar pengawasan bukan hanya dilakukan pada jam-jam sibuk, melainkan juga pada malam hari, saat pelanggaran justru lebih sering terjadi secara diam-diam.
Ia berharap insiden ini menjadi momentum bagi pemerintah daerah dan aparat terkait untuk memperbaiki sistem pengawasan, serta memberikan efek jera kepada para pelanggar. Menurutnya, keselamatan publik tidak boleh dikorbankan hanya karena kelengahan atau kelonggaran penegakan aturan.