National Media Nusantara
DPRD Kaltim

Pengawasan DPRD Terhadap Sengketa Lahan Terhambat Perubahan Regulasi

Teks: Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Agus Suwandy

Samarinda, Natmed.id – Konflik lahan antara warga dengan perusahaan tambang maupun perkebunan terus berulang di Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya yang melibatkan PT Multi Harapan Utama (MHU).

Teks: Anggota Komisi I DPRD Kaltim Didik Agung Eko

Dalam hal ini, DPRD tidak bisa mengawasi dan turut menyelesaikannya konflik pertanahan tersebut secara maksimal. Sebab, permasalahan itu tidak lagi menjadi domain daerah setelah adanya perubahan regulasi nasional.

Hal itu diungkapkan oleh anggota Komisi I DPRD Kaltim Didik Agung Eko dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi I di Gedung E DPRD Kaltim, Senin, 26 Mei 2025.

“Yang sudah-sudah kami laksanakan soal pertanahan, tumpang tindih lahan, dan persoalan dengan perusahaan. Tapi sekarang, sejak terbit undang-undang yang semua izinnya dari pusat, kita di daerah tidak bisa lagi mengawasi langsung,” katanya.

Ia menyebut regulasi yang memusatkan seluruh urusan pertanahan dan perizinan, seperti melalui Undang-Undang Cipta Kerja, membuat pemerintah daerah tak lagi punya ruang intervensi. Peran DPRD dan pemerintah daerah pemda (pemda) sebatas pengawasan administratif dan pelaporan.

“Ini bukan kelemahan daerah, tapi karena undang-undangnya yang memang membatasi. Kita tidak bisa bergerak kalau ada perusahaan bermasalah, karena itu bukan kewenangan kita lagi,” lanjutnya.

Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim Agus Suwandy. Ia menyoroti konflik antara warga dan PT (MHU). Menurutnya, penyelesaian konflik pertanahan tidak cukup hanya melihat legalitas, tetapi juga perlu pendekatan sosial.

“Kita harus bijak, nggak bisa mentang-mentang perusahaan punya legalitas lalu warga langsung diusir. Harus ada dana kerohiman untuk warga supaya mereka bisa hidup layak dan pindah secara manusiawi,” ujarnya.

Agus turut menanggapi kasus hukum yang menimpa Mustapa, seorang tokoh masyarakat akibat perselisihan dengan pihak perusahaan. Meski unsur pidana muncul dalam laporan, Agus berharap agar persoalan tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

“Ada kemanusiaan juga di situ. Kalau bisa dicabut (laporannya) lebih bagus, dibicarakan baik-baik supaya ini jadi pelajaran dan tidak terulang,” tegasnya.

Meski Komisi I tidak memiliki wewenang mengadili, Agus menekankan bahwa mereka tetap menjalankan fungsi mediasi. Ia menyebut, pada hari yang sama, Komisi I telah memfasilitasi dua pertemuan antara warga dan pihak perusahaan, termasuk dengan MHU dan PT Insani Bara Perkasa.

“Kami bukan pengadil. Tugas kami hanya menjembatani supaya ada kesepakatan,” kata Agus.

Kedua anggota dewan itu sepakat bahwa tanpa perubahan regulasi, konflik pertanahan di daerah seperti Kaltim akan sulit diselesaikan secara tuntas.
Mereka mendorong agar ke depan, kewenangan daerah bisa diperkuat kembali agar mampu melindungi masyarakat secara langsung.

Konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan di Kaltim akan terus berulang selama kewenangan pengawasan dan penyelesaian berada di tangan pusat. DPRD Kaltim berharap adanya evaluasi kebijakan agar pemerintah daerah bisa lebih berperan aktif dalam menyelesaikan konflik yang langsung menyentuh warga di lapangan.

Related posts

Syarat Lahan Masih Mengganjal, DPRD Kaltim Dorong Pengaktifan Rumah Sakit Islam

Nanda

Reses di Kecamatan Samarinda Ulu,Tio Tampung Aspirasi Warga Masalah Banjir

Febiana

Seleksi Direksi Perusda Masih Belum Terbuka

Phandu

You cannot copy content of this page