Samarinda,Natmed.id-Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.
Ketibaan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berjaya menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. Ia merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari “peperangan” menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.
1 Syawal adalah Idulfitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki 1 Syawal alias malam takbiran, menjelang Salat Idulfitri.
Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyak zikir, takbir, tahmid, dan tasbih.
“Dan agar kamu membesarkan Allah SWT atas petunjuk yang Ia berikan kepada kamu, agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan” (QS. Al-Baqarah: 185).
Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan “peningkatan” kualitas dan kuantitas ibadah.
Syawal sendiri, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil training selama bulan Ramadan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke sifat semula yang jauh dari Islam. Na’udzubillah.
Makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadan berlalu, pada bulan Syawal lah “pembuktian” berhasil-tidaknya ibadah Ramadan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.
Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyuk ibadahnya, dan seterusnya.
Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadan. Amin Ya Rabbal Alamin.
Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka. Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah subhanahu wata’ala menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itu, kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.
Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah.
Siti Aisyah menegaskan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”
Selain dengan Siti Aisyah, Rasul juga menikahi Ummu Salamah juga pada bulan Syawal. Menurut Imam An-Nawawi, hadits tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membenarkan anggapan yang salah (Tathayur) tersebut,yaitu dengan menikah di bulan Syawal.
Aisyah radiallahu ‘anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan,
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟، قَالَ: ((وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ))
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan syawal pula.
Maka istri-istri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” berkata, “Aisyah Radiyallahu ‘anhaa dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal” (HR. Muslim).