Kukar, Natmed.id – Yayasan Mangrove Lestari (YML – Delta Mahakam) dengan dukungan Tropical Forest Carbon Act-Kalimantan (TFCA-Kalimantan) menginisiasi Gerakan Pesisir Hijau sebagai aksi nyata perlindungan dan keberlanjutan ekosistem mangrove.
Kegiatan itu dalam rangka memperingati Hari Mangrove Internasional yang digelar di Pantai Love, Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (Kaltim).
Peserta kegiatan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan pemerintah daerah seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Kehutanan (Dishut), dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Delta Mahakam, Sabtu (27/7/2024).
Selain itu, hadir juga organisasi yang bergerak di bidang lingkungan, seperti Tropical Forest Carbon Act-Kalimantan (TFCA-Kalimantan), Yayasan Planete Urgence Indonesia, Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), serta Yayasan Konservasi Khatulistiwa Indonesia (YASIWA).
Tidak ketinggalan, perwakilan Kecamatan Muara Badak dan para pelajar dari SMPN 4 dan SMAN 2 Muara Badak turut ambil bagian.
Koordinator Program Pemberdayaan dan Gender YML, Nurhasniati menekankan pentingnya komitmen bersama dalam Gerakan Pesisir Hijau ini.
“Kami ingin ini menjadi gerakan bersama, baik dari kelompok masyarakat, pemerintah desa hingga provinsi dan para pemuda dapat mengambil peran penting dalam menjaga mangrove di wilayah pesisir,” ujar Nurhasniati, Sabtu (27/7/2024).
Perempuan yang akrab disapa Ati ini menjelaskan bahwa mangrove memiliki peran penting sebagai benteng pertahanan alam dengan tiga fungsi utama, yaitu fisik, ekologi, dan jasa.
Meski demikian, Ati merasa prihatin dengan kondisi mangrove yang menghadapi ancaman degradasi akibat aktivitas manusia dan perubahan iklim.
“Kami tidak ingin ini sekadar menanam atau agenda tahunan saja. Tapi melakukan pendampingan kelompok masyarakat, termasuk ibu-ibu yang mengolah produk dari mangrove, pembudidaya ikan, dan penanam mangrove,” kata Ati.
Ati menekankan pentingnya kesadaran masyarakat yang dibarengi dengan nilai ekonomis.
“Kalau hanya menyuruh lakukan penanaman dan tidak ada nilai ekonomisnya, kemungkinan masyarakat enggan berkontribusi langsung. Jadi, kami bangun kesadaran menjaga lingkungan dan memberdayakan mereka, agar mata pencaharian masyarakat dapat berlanjut,” jelasnya.