Samarinda,Natmed.id – Dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemilu yang sehat dan berkualitas, Dewan Pers menggelar workshop pemilu. Kegiatan ini dihadiri oleh organisasi perusahaan pers dan organisasi wartawan, di Hotel Bumi Senyiur Samarinda, Jumat (18/8/2023).
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Yadi Hendriana selaku narasumber pada workshop tersebut menjelaskan dalam menjalankan tugas jurnalistik selama proses pemilihan umum (pemilu), media melalui pekerja pers berperan penting di dalamnya.
Oleh karena itu jurnalis dalam peliputan harus mengikuti pedoman peliputan untuk menjaga integritas dan obyektivitas berita.
“Pers harus mendukung penyelenggaraan pemilu yang sehat dan berlaku secara fair dan terjadwal dengan tepat. Pers memiliki peran penting dalam mewujudkan pemilu yang bebas, rahasia, jujur dan adil,” tegas Yadi saat memaparkan materi tentang pedoman peliputan pemilu.
Dikatakan, dalam menghadapi proses pemilu, independensi pers memiliki peran krusial dalam memastikan transparansi, akuntabilitas dan integritas demokrasi. Pers yang bebas dari campur tangan politik dan tekanan eksternal menjadi penjaga utama informasi yang obyektif bagi masyarakat. Dalam konteks pemilu, independensi pers menjadi pilar penting dalam menjamin proses demokratis yang sehat dan adil.
Ia menilai pentingnya peran jurnalis dalam memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab kepada masyarakat selama proses pemilu berlangsung.
“Fakta itu perlu diambil, kemudian menjadikan bahan untuk melakukan konfirmasi. Bukan konfirmasi, tetapi faktanya tidak ada,” ujarnya.
Yadi Hendriana juga memaparkan empat variabel sebagai alat ukur pers, yakni persepsi, substansi, sistem dan kultur.
Secara persepsi, jelas Yadi pers dinilai sebagai pilar keempat demokrasi, sebagai kontrol terhadap goverment instrumen, pejuang kepentingan publik.
“Namun, dianggap buruk karena kualitas pers, bisa disebut penyebar hoaks, alat kekuasaan, kepentingan dan tukang peras,” ucap Yadi.
Secara persepsi, Yadi menekankan media tidak merusak tatanan publik dengan memberikan informasi keliru. Ini kesimpulan dari banyaknya pengaduan, ada persepsi positif, tetapi ada juga dominasi persepsi negatif.
Secara substansi, jelas Yadi pers dalam kebebasan yang dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, memiliki value of freedom. Terukur bertangung jawab dan berada dilingkungan negara demokrasi.
Secara sistem, pers Indonesia dibangun di atas sistem yang kuat karena undang-undang memberikan kewenangan kepada masyarakat pers untuk mengurus dirinya sendiri tanpa intervensi dan adanya jaminan kebebasan mutlak.
“Pers kita memiliki keluasan yang luar biasa. Tidak ada intervensi dan lain-lain. Namun, kita belum mampu mengembangkan sistem itu menjadi sebuah persepsi yang baik,” ujarnya.
Secara kultur, kebebasan pers cenderung dipergunakan oleh jurnalisme kepentingan.
“Ini berbahaya, pers hidup di tengah publik yang kritis. Namun, bertumbuhnya perusahaan media di Indonesia tidak disertai dengan kualitas pers yang baik dan kuat,” tambahnya.
Ia berharap jurnalis dalam menjalankan tugas harus mengedepankan integritas dan ketaatan pada pedoman serta aturan yang berlaku.