Kukar, Natmed.id – Aktivitas penambangan batu bara ilegal menjadi momok atau mimpi buruk bagi warga Desa Sumber Sari, Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim).
Sebab, hancurnya aliran sungai yang diakibatkannya berdampak langsung pada sektor pertanian dan perikanan yang banyak dikembangkan warga desa tersebut.
“Tambang telah menghancurkan aliran sungai di desa kami, pH turun dan asam naik sehingga tidak bisa lagi dipergunakan. Bahkan, pernah suatu hari ikan mati semua,” kata Kepala Desa Sumber Sari Sutarno, Jumat (28/6/2024) siang.
Ia mengungkapkannya saat audiensi bersama Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (Jatam Kaltim) dan Penjabat (Pj) Gubernur Akmal Malik di Rumah Jabatan Gubernur Kaltim.
Dalam pertemuan itu, Sutarno juga menyatakan bahwa mayoritas warga desa bekerja sebagai petani dan pengelola kolam pembibitan ikan. Aktivitas mereka sangat tergantung dengan aliran air sungai di Desa Sumber Sari.
Maka, pertambangan batu bara yang berlangsung di desa tersebut berdampak langsung pada kelangsungan mata pencaharian warga. Kondisi ini sebenarnya telah diprediksi beberapa tahun lalu. Warga telah menolak aktivitas pertambangan. Namun, upaya yang dilakukan tidak membuahkan hasil.
“Itu kekhawatiran kami, mengapa menolak. Sebab pertambangan di tempat kami tinggal, mengganggu pertanian dan perikanan di Sumber Sari,” tegasnya.
Ia mengisahkan bahwa warga Sumber Sari tidak berdaya lagi untuk melawan. Sebab, aksi demo berskala besar untuk menolak pertambangan ilegal yang telah dilakukan pada Agustus 2020 dan 21 Oktober 2021 tidak dapat menghentikan aktivitas ekpslorasi batu baru.
“Kami tidak berdaya untuk melawan. Ini menjadi momok bagi warga desa, tapi kami tidak bisa apa-apa. Warga hanya tahu memberitakan dan menubruk kepala desa, tapi kekuatan kita tidak ada,” tutur Sutarno.
Dampak yang dirasakan tidak hanya berasal dari aktivitas penambangan ilegal, tetapi juga legal. Sejak 2009, PT Borneo Mitra Sejahtera (BMS) telah masuk ke wilayah Sumber Sari untuk melakukan pertambangan. Pada 2020, izin perusahaan tersebut diperpanjang hingga 2030.
“Sekarang PT BMS mulai datang lagi dan pitnya berada di kantor desa dan perumahan warga,” ungkap Sutarno.
Maka, dalam audiensi bersama Jatam dan Pj Gubernur Kaltim bertujuan mendorong pembentukan Satuan Tugas (Satgas) independen pemberantasan tambang ilegal. Selain itu, juga mendesak pembatalan izin tambang di Desa Sumber Sari, yang merupakan lumbung pangan terakhir di Kukar, Kaltim.
Penetapan Desa Sumber Sari sebagai lumbung pangan di Kukar itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Kutai Kartanegara Nomor 01.1/590/PL/DPPR/II/2022 tentang Penetapan Kawasan Pertanian Komoditas Padi di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Dalam audiensi tersebut, Dinamisator Jatam Kaltim Mareta Sari ikut angkat bicara. Ia membeberkan sejumlah kasus tambang dan pelabuhan ilegal yang berlokasi di kawasan Sumber Sari dan Dusun Merangan, Desa Loh Sumber.
Mareta menekankan bahwa pertambangan ilegal yang tidak ditindak secara serius akan melumpuhkan potensi andalan ekowisata di Desa Sumber Sari.
“Jika terjadi kerusakan lingkungan, maka lenyaplah pendapatan dari sektor pariwisata lokal. Termasuk pemasukan bagi pemerintah daerah dan negara,” tutupnya.
Sebagai informasi, Desa Sumber Sari juga telah ditetapkan sebagai Desa Wisata sesuai dengan SK Bupati Kutai Kartanegara Nomor 602/SK-BUP/HK/2013, tentang penetapan Lokasi Desa Wisata di Kabupaten Kutai Kartanegara.