National Media Nusantara
DPRD Kaltim

Tambang Dituding Picu Banjir, DPRD Kaltim Desak Evaluasi Izin

Teks: Syarifatul Syadiah, Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur

Samarinda, Natmed.id – Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Syarifatul Syadiah menyatakan bahwa banjir di Berau dan daerah lain tidak sekadar akibat cuaca ekstrem. Namun, juga dampak dari aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan.

Ia menilai bencana yang terjadi sepanjang bulan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan buruknya pengelolaan lingkungan, terutama di kawasan pertambangan.

“Kalau kami melihat, ini fenomena alam yang penyebabnya bermacam-macam. Salah satunya curah hujan tinggi di daerah hulu dan juga faktor tambang ilegal. Tambang yang legal pun barangkali ikut menyumbang,” ungkap Syarifatul kepada wartawan di Samarinda, Senin, 26 Mei 2025.

Ia menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap izin tambang yang telah diberikan. Hal ini termasuk aktivitas yang secara legal beroperasi, namun tidak menerapkan prinsip ramah lingkungan.
Menurutnya, keberadaan tambang di hulu sungai yang tidak direklamasi dengan benar menyebabkan air hujan langsung mengalir deras ke hilir, mempercepat terjadinya banjir.

“Tambang-tambang itu harus dievaluasi lagi agar tidak menyebabkan bencana seperti banjir dan tanah longsor. Ini jadi tugas penting Pemprov Kaltim karena kewenangan tambang ada di provinsi,” katanya.

Data resmi dari BPBD Kabupaten Berau mencatat, hingga pertengahan Mei 2025, banjir telah merendam 17 kampung di 4 kecamatan, yaitu Sambaliung, Segah, Kelay, dan Teluk Bayur.
Sebanyak 3.993 kepala keluarga atau 12.025 jiwa terdampak bencana tersebut. Ketinggian air yang mencapai 3 meter di beberapa titik juga merusak lahan pertanian dan memutus akses jalan antarkampung.

Syarifatul menyebut banjir ini tidak hanya terjadi di Berau. Beberapa wilayah di Kaltim dan Kalimantan Utara (Kaltara) juga dilaporkan mengalami hal serupa dalam waktu hampir bersamaan. Ia menyebut kejadian itu sebagai sinyal serius tentang kerusakan daya dukung lingkungan akibat eksploitasi tambang yang tak terkendali.

“Kalau terus begini, setiap musim hujan kita akan selalu waspada banjir. Ini bukan hanya tentang bencana, tapi juga soal keberlangsungan hidup masyarakat dan daerah,” ujarnya.

Selain evaluasi tambang, ia mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat diversifikasi ekonomi. Menurutnya, ketergantungan Berau terhadap sektor tambang sudah terlalu besar, yakni 67 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

“Kita harus dorong sektor lain seperti pariwisata, pertanian, perikanan, dan UMKM. Potensinya besar tapi belum tergarap maksimal,” jelasnya.

Salah satu contoh yang ia sebut adalah sektor kakao di Berau yang mulai berkembang dan diminati pasar luar negeri. Ia menekankan pentingnya hilirisasi agar masyarakat bisa menikmati nilai tambah dari komoditas yang diproduksi.

“Kalau tidak beralih dari tambang, masyarakat akan terus jadi korban. Kita perlu bangun fondasi ekonomi yang lebih berkelanjutan,” tegasnya.

Komisi III DPRD Kaltim mendesak pemprov untuk tidak menutup mata terhadap kerusakan lingkungan akibat tambang. Evaluasi izin, pengetatan pengawasan, dan pembangunan ekonomi alternatif harus dilakukan serentak agar banjir tidak lagi menjadi bencana rutin. Bencana ekologis adalah alarm keras bagi pemerintah untuk bertindak sebelum dampaknya tak lagi terkendali.

Related posts

Nidya Listiyono Resmikan S Caffee dan Podcast Sukri N D’Genk

Aminah

Dinilai Jadi Penghambat Serapan Anggaran, Gubernur Diminta Revisi Pergub 49 Tahun 2020

Phandu

Luncurkan Sukri Institute, Nidya Bagikan Hadiah Bagi Wartawan MSI Group

natmed

You cannot copy content of this page