Kuala Lumpur, Natmed.id – Langkah kami terhenti di sebuah bangunan penuh warna di Jalan Tun HS Lee. Dari kejauhan, menara tinggi menjulang dengan ratusan patung dewa-dewi berjejer rapat. Suara klakson, teriakan pedagang, dan aroma kacang panggang dari Petaling Street seketika sirna ketika kami berdiri di depan Kuil Sri Mahamariamman. Rasanya seperti memasuki dunia lain, di mana setiap detail bangunan bercerita tentang keyakinan yang sudah hidup lebih dari satu abad.
Bersama tim MSI, kami berenam hanya berniat mampir sebentar. Tapi begitu kaki melangkah ke halaman kuil, waktu berjalan lebih pelan. Gopuram setinggi 22 meter itu membuat leher pegal karena terus menengadah. Bayangkan 228 patung dewa Hindu dipahat dengan detail yang luar biasa.
Warnanya cerah, bentuknya hidup, seperti siap melompat keluar dari dinding. Di dalam, suasana berubah drastis. Bau dupa memenuhi udara, suara mantra melayang pelan, dan lampu minyak berkedip-kedip. Di ruang utama, Dewi Mariamman berdiri anggun di balik tirai persembahan.
Menurut penjelasan pemandu wisata setempat, Dewi Mariamman
dipercaya sebagai Dewi Ibu, pelindung yang membawa hujan dan kesuburan. Tak heran kuil ini jadi pusat doa bagi banyak orang Tamil yang dulu datang merantau ke Malaysia.
Yang membuat kami terkesan, arsitektur kuil ini tidak sekadar indah untuk dipandang. Bentuknya ternyata dirancang mengikuti anatomi tubuh manusia, sesuai ilmu kuno Vastu Shastra. Kepala menghadap barat, kaki mengarah timur, dan jantungnya adalah ruang suci tempat dewi bersemayam.
Filosofinya sederhana tubuh manusia adalah kuil, dan kuil adalah tubuh semesta. Saya membatin, betapa dalamnya makna yang tersimpan di balik bangunan ini.
Kuil Sri Mahamariamman juga bukan sekadar tempat sembahyang. Setiap tahun, dari sinilah perayaan Thaipusam dimulai. Sebuah kereta perak besar membawa patung Dewa Murugan menuju Batu Caves, diiringi lautan umat dan dentuman tabuh yang menggetarkan dada.
Membayangkan suasananya saja membuat bulu kuduk meremang. Jika beruntung berkunjung saat Thaipusam, Anda akan menyaksikan ritual-ritual penuh keyakinan yang jarang terlihat di tempat lain. Deepavali pun membuat kuil ini semakin bersinar dengan cahaya lampu minyak dan bunga-bunga warna-warni.
Bagi kami, momen paling berkesan justru sederhana. Duduk sejenak di lantai marmer, memperhatikan detail mural di dinding. Tidak ada hiruk-pikuk kota, tidak ada target perjalanan. Hanya keheningan yang menempel di hati. Begitulah kuil ini bekerja mengundang pengunjung untuk berhenti, menyimak, dan meresapi.
Keluar dari kuil, kami kembali disambut hiruk Chinatown. Pasar Petaling dengan lampu neon dan teriakan pedagang hanya beberapa langkah jauhnya. Ironis tapi indah di satu sisi doa dan dupa, di sisi lain tawar-menawar tas tiruan. Kuala Lumpur memang kota dengan wajah berlapis, dan Sri Mahamariamman adalah salah satu cerminnya yang begitu memesona.