
Samarinda, natmed.id – Anggota DPRD Kalimantan Timur, H. Salehuddin menyatakan bahwa kesepakatan perubahan kamus usulan pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kalimantan Timur Tahun 2025 merupakan bagian dari proses normatif yang telah berlangsung setiap tahun.
Baik dalam penyusunan anggaran murni maupun perubahan, proses ini menurutnya telah menjadi tradisi yang mengakar dalam kerja-kerja legislatif di lingkungan DPRD.
Pernyataan itu disampaikan Salehuddin saat menanggapi dibentuknya panitia khusus (Pansus) yang akan membahas secara teknis pokok-pokok pikiran DPRD dalam kaitannya dengan RKPD tahun berjalan.
Ia menekankan bahwa langkah tersebut merupakan bentuk percepatan proses artikulasi atas beragam aspirasi masyarakat yang selama ini kerap kali tidak terakomodasi dalam program maupun kegiatan di masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD), baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Sebenarnya ini bagian dari upaya untuk mempercepat proses bagaimana mengartikulasi beberapa usulan masyarakat yang selama ini tidak terakomodir dalam bentuk kegiatan maupun program di OPD masing-masing baik di provinsi maupun Kabupaten,” ujar Salehuddin, Senin, 14 Juli 2025.
Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa keberadaan Pansus ini bukan sekadar instrumen formalitas semata, melainkan menjadi jembatan penting dalam menyelaraskan kebutuhan nyata masyarakat dengan program yang dapat dirumuskan dan dijalankan oleh pemerintah daerah.
Dengan adanya persetujuan bersama terhadap kamus usulan pokir tersebut, aspirasi yang sebelumnya terpinggirkan kini dapat diartikulasikan secara sah ke dalam perencanaan pembangunan daerah.
Politisi Partai Golkar itu juga menyoroti keterkaitan langkah ini dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, khususnya melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 78.
Ia berpendapat bahwa Pansus menjadi forum strategis untuk menterjemahkan regulasi tersebut ke dalam mekanisme perencanaan yang lebih aplikatif, serta memungkinkan terwujudnya kesinambungan antara kebutuhan warga dan program prioritas pembangunan daerah.
“Kemudian ini bagian dari bagaimana menterjemahkan kembali Permendagri No 78 terkait dengan perencanaan pembangunan APBD dan seterusnya, supaya ada ketersambungan kebutuhan masyarakat yang memang bisa terpahami dan diartikulasi dalam bentuk program kegiatan, baik dari murni maupun perubahan,” tuturnya.
Secara khusus, Salehuddin juga menyinggung posisi Fraksi Golkar dalam proses ini. Ia menyatakan bahwa fraksinya sejak awal berkomitmen untuk terus mendorong mekanisme pembahasan pokok-pokok pikiran melalui forum formal seperti Pansus.
Komitmen ini, ujarnya, akan terus berlanjut pada tahun anggaran mendatang, baik dalam perencanaan anggaran murni maupun perubahan.
Lebih jauh, Salehuddin mengungkapkan bahwa dinamika yang terjadi dalam proses penjaringan aspirasi masyarakat, terutama melalui masa reses anggota dewan, sering kali menampilkan kebutuhan yang berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain.
Di sisi lain, dinamika regulasi dari kementerian yang terus berkembang juga menuntut adanya proses penyelarasan yang tepat.
Dalam konteks itulah, ia menilai keberadaan Pansus menjadi penting sebagai ruang untuk menyinkronkan dua arus tersebut permintaan masyarakat yang beragam dan perubahan regulasi yang terus bergerak.
Ia meyakini bahwa keberadaan Pansus menjadi salah satu cara untuk menyinkronkan berbagai dinamika yang ada, sebab melalui forum inilah proses pertemuan antara kebutuhan riil masyarakat dan program-program yang dapat dieksekusi oleh OPD dapat berlangsung lebih cepat dan terarah.