National Media Nusantara
Politik

Reformasi Retribusi Sampah Samarinda, DPRD Tekan DLH Gunakan Asas Keadilan Berbasis Volume

Teks: Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Abdul Rohim

Samarinda, Natmed.id – Tata kelola penarikan retribusi kebersihan di Kota Samarinda tengah mengalami transformasi besar. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda secara tegas meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk merombak sistem klasifikasi wajib retribusi yang selama ini dinilai tidak akurat dan tidak berkeadilan bagi masyarakat.

Selama bertahun-tahun, DLH Samarinda menggunakan basis data pelanggan PDAM sebagai acuan penentuan tarif kebersihan. Namun, kebijakan ini dinilai cacat logika karena volume penggunaan air tidak selalu berbanding lurus dengan volume sampah yang dihasilkan.

Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda Abdul Rohim mengungkapkan bahwa penggunaan sistem PDAM telah menciptakan ketimpangan di lapangan. Ia menyoroti perbedaan mendasar antara konsumsi air dan jasa pengelolaan sampah yang seharusnya menjadi tolok ukur utama.

“Awalnya sudah berapa waktu berlalu ini ternyata DLH itu mengikuti pengklasifikasian PDAM dan itu kurang relevan. Karena PDAM punya rumus sendiri, kalau PDAM ini kan air yang digunakan. Sedangkan kalau DLH ini, retribusi ini atas layanan yang diberikan kepada para penghasil sampah,” ungkap Abdul Rohim saat diwawancarai pada Kamis, 18 Desember 2025.

Menurutnya, layanan yang diberikan pemerintah mencakup biaya operasional yang sangat besar, mulai dari pengangkutan hingga pengelolaan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Ia menyebutkan biaya pengelolaan sampah di TPA mencapai Rp40 miliar, ditambah biaya pengangkutan dari TPS ke TPA sekitar Rp10 hingga Rp20 miliar.

Biaya besar inilah yang harus ditanggung secara adil oleh para penghasil sampah sesuai dengan beban yang mereka berikan kepada sistem.

Poin krusial dalam pembahasan Raperda ini adalah pengelompokan ulang wajib retribusi. DPRD memprotes adanya anomali di mana pelaku usaha dengan produksi sampah minim disetarakan dengan institusi besar hanya karena klasifikasi pelanggan PDAM mereka serupa.

“kita bilang loh rumah sakit itu menghasilkan volume sampah seberapa dalam sehari, sedangkan yang jasa belajar mengemudi itu gak ada sampahnya. Tapi kenapa dimasukkan ke dalam satu klasifikasi? Nah, itu kita protes,” tegas Rohim.

Sebagai solusinya, klasifikasi kini direvisi berdasarkan asumsi volume sampah harian. Usaha besar seperti rumah sakit atau hotel yang memproduksi sampah dalam skala tonase akan dikenakan tarif yang jauh lebih tinggi dibandingkan warung makan kecil atau rumah tangga.

“Jadi kita biar adil, kalau dia pelaku usaha kelas menengah atau besar seperti rumah sakit, Anda bisa bayangkan kan berapa sampah yang akan mereka hasilkan. Maka itu pasti akan dikenakan tarif harus lebih besar dibanding dengan rumah makan kecil yang mungkin sehari cuma 10 sampai 15 kilo,” lanjutnya lagi.

Meski sistem retribusi diperketat untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD), Abdul Rohim memastikan bahwa kepentingan masyarakat menengah ke bawah tetap terlindungi. DPRD telah menginstruksikan tim penyusun agar tidak menaikkan tarif bagi warga di klaster ekonomi bawah.

“Untuk kelas menengah ke bawah kami minta untuk tidak dinaikkan pungutan retribusi. Kalau mau menaikkan silahkan disisir untuk yang kelas menengah ke atas,” tegasnya.

Mengingat keterbatasan waktu pengesahan yang hanya menyisakan 15 hari sesuai instruksi Kemendagri, DPRD memutuskan untuk menetapkan hal-hal prinsip dalam Perda, sementara detail teknis akan diatur melalui Peraturan Wali Kota (Perwali).

Masyarakat nantinya diberikan ruang untuk mengajukan keberatan jika tarif yang ditetapkan tidak sesuai dengan realita sampah yang mereka keluarkan. Mekanisme pengurangan dan keringanan akan disiapkan bagi mereka yang produksinya di bawah asumsi DLH.

Sebaliknya, mekanisme Kurang Bayar akan diterapkan bagi wajib retribusi yang ternyata memproduksi sampah lebih banyak dari estimasi awal.

Dengan langkah ini, DPRD berharap sistem retribusi kebersihan di Samarinda tidak hanya menjadi alat pemungut uang, tetapi benar-benar menjadi instrumen pelayanan publik yang adil dan transparan.

Related posts

Jelang Musda, PAN Optimis Berjaya pada 2024

Aditya Lesmana

Wilayah Abu-Abu, H Maming: Jangan Sampai Warga Terdampak Covid-19 Tidak Menerima BLT

natmed

Komisi lll Tindak Lanjuti Rencana Peningkatan Badan Jalan Asmawarman

natmed

You cannot copy content of this page