Samarinda, Natmed.id – Pemerintah Kota Samarinda menghentikan sementara aktivitas pengurukan lahan calon perluasan RSUD Aji Muhammad Salehuddin II atau RS Korpri di Jalan Wahid Hasyim I, setelah kegiatan tersebut diduga memperparah banjir di kawasan Perumahan Rapak Binuang Indah, Kelurahan Sempaja Selatan.

Penghentian sementara dilakukan usai Wali Kota Samarinda Andi Harun menerima surat keberatan dari warga terdampak banjir. Menindaklanjuti laporan tersebut, tim lintas perangkat daerah melakukan inspeksi mendadak ke lokasi pengurukan pada Rabu 17 Desember 2025.
Sidak dilakukan atas perintah Wali Kota Andi Harun dan melibatkan sejumlah instansi teknis. Berdasarkan surat yang diterima Pemkot Samarinda, banjir berdampak pada sejumlah wilayah, yakni RT 14, RT 24, RT 26, RT 27, dan RT 28 Perumahan Rapak Binuang Indah, serta RT 29 dan RT 30 di kawasan hilir.
Asisten II Sekretariat Daerah Kota Samarinda Marnabas Patiroy mengatakan keluhan warga berkaitan langsung dengan aktivitas pengurukan lahan yang menyebabkan peningkatan genangan air saat hujan.
“Beberapa hari lalu Pak Wali Kota menerima surat dari warga melalui RT. Keluhannya, sejak ada kegiatan pengurukan lahan di sini, intensitas banjir di lingkungan masyarakat semakin meningkat,” ujar Marnabas.
Ia menjelaskan, kawasan Rapak Binuang sejak awal merupakan daerah rawan banjir sekaligus area resapan air. Pengurukan lahan seluas sekitar 1,3 hektare dinilai menghilangkan fungsi resapan, sehingga air hujan langsung melimpas ke permukiman warga.
“Ini memang daerah banjir dan juga daerah resapan. Ketika diuruk sekitar 1,3 hektare, limpasan airnya ke mana? Paling ke rumah warga,” tegasnya.
Menurut Marnabas, pemkot sebelumnya telah membangun sistem drainase di kawasan tersebut. Namun, dengan adanya timbunan lahan baru, debit air justru meningkat dan memicu protes dari warga.
Dalam penelusuran administrasi, Pemkot Samarinda menemukan adanya surat persetujuan pengelolaan lingkungan yang diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda. Namun, ia menegaskan dokumen tersebut bukan izin pengurukan.
“Di DLH memang sudah dikeluarkan persetujuan pengelolaan lingkungan. Tapi itu bukan izin pengurukan, karena izin pengurukan kewenangannya ada di PUPR,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, penerbitan persetujuan lingkungan tersebut diduga tidak mengikuti standar operasional prosedur (SOP). Seharusnya, DLH melibatkan perangkat daerah teknis lain seperti Dinas PUPR, BPBD, dan Dishub untuk membahas aspek tata ruang, mitigasi bencana, dan dampak lalu lintas.
“Biasanya DLH mengundang perangkat daerah terkait. Tapi itu tidak dilakukan. Bahkan kepala bidangnya sendiri tidak dilibatkan,” ungkap Marnabas.
Dokumen persetujuan lingkungan tersebut diketahui ditandatangani pada 29 Agustus 2025. Atas temuan itu, Sekretaris Daerah Kota Samarinda memerintahkan tim turun ke lapangan sekaligus menerbitkan surat penangguhan kegiatan pengurukan.
“Sekda memerintahkan kami ke lapangan sekaligus memberikan surat penangguhan. Artinya, tidak boleh ada kegiatan sebelum izin diurus kembali sesuai ketentuan,” tegasnya.
Penangguhan bersifat sementara dan memberikan kesempatan kepada pengelola proyek untuk mengurus perizinan ulang melalui Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Timur, dengan memperhatikan ketentuan kawasan resapan air dan mitigasi banjir.
“Kita hitung secara kasar, ada sekitar 9.000 meter kubik air. Ini harus jelas ke mana alirannya,” tambah Marnabas.
Ia menegaskan, Pemkot Samarinda tidak menolak pembangunan rumah sakit, namun menekankan bahwa pembangunan tidak boleh mengorbankan keselamatan dan kenyamanan warga. “Intinya, pembangunan tidak boleh berdampak terhadap keamanan masyarakat,” katanya.
Selain itu, Inspektorat Kota Samarinda diminta untuk memeriksa proses penerbitan surat keputusan di DLH yang diduga tidak sesuai SOP. Pengawasan lapangan juga melibatkan Satpol PP, DLH, serta instansi teknis lainnya.
Selama masa penangguhan, hanya kegiatan yang bersifat mengurangi dampak lingkungan yang diperbolehkan. Sementara itu, Ketua RT 27 Perumahan Rapak Binuang Indah, Kamaludin menyebut banjir yang terjadi saat ini jauh lebih parah dibandingkan kondisi sebelumnya.
“Dulu ketinggian air hanya sampai lutut, sekarang bisa sampai pinggang dan masuk ke rumah,” ujarnya.
Ia mengatakan banjir menyebabkan warga kesulitan beraktivitas dan banyak perabot rumah tangga rusak hingga harus dibuang. Menurutnya, persoalan utama terletak pada hilangnya area resapan air akibat pengurukan lahan.
“Ini bukan sekadar kekhawatiran, tapi dampak paling nyata karena tidak ada resapan air lagi. Dulu air bisa mengendap dulu sebelum masuk sungai,” jelasnya.
Kamaludin menjelaskan, kawasan Rapak Binuang merupakan daerah cekungan yang menerima aliran air dari berbagai wilayah, seperti Batu Besaung, Batu Cermin, Jalan Wahid Hasyim, hingga kawasan Perjuangan. Seluruh aliran tersebut bermuara ke Sungai Rapak Binuang yang kini dinilai tidak lagi mampu menampung debit air.
Akibatnya, durasi banjir semakin lama, bahkan bisa berlangsung hingga dua hari ketika air laut pasang dan aliran sungai tertahan.
“Durasi banjir bisa 14 sampai 18 jam, bahkan bisa satu hari satu malam. Kalau air laut tinggi, airnya tidak bisa mengalir,” ungkapnya.
Ia berharap pemerintah tidak hanya menangguhkan proyek, tetapi juga menyiapkan solusi jangka panjang, termasuk kemungkinan pembangunan sodetan untuk membagi aliran air.
“Harus ada solusi, entah dibuat sodetan ke arah Bengkuring atau langsung ke SKM, supaya air dari Batu Cermin dan Batu Besaung tidak masuk semua ke sini,” pungkas Kamaludin.
