Samarinda,Natmed.id – Rumah tua yang berdiri megah di Kampung Tenun, Samarinda Seberang telah lama menjadi cagar budaya dan mendapat tempat istimewa di hati masyarakat setempat.
Namun, keputusan Pemerintah Kota Samarinda untuk mengubah rumah tersebut menjadi kantor kelurahan menuai penolakan dari sejumlah tokoh masyarakat.
Salah satu tokoh masyarakat H Ilyas dengan tegas menyatakan bahwa rumah tua tersebut adalah kebanggaan bagi warga Kampung Tenun. Bangunan itu telah menjadi saksi bisu sejarah dan simbol kehidupan mereka.
“Ini kebanggaan kami, kami menolak tegas niat Pemerintah Kota Samarinda mengganti menjadi kantor kelurahan,” ungkapnya tegas.
Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap rencana pengalihfungsian rumah tua yang memiliki nilai budaya dan sejarah tersebut.
Selama ini, keberadaannya kerap jadi daya tarik wisatawan lokal maupun luar daerah. Tak sedikit pengunjung dari luar negeri seperti Jerman, Jepang, dan Amerika yang berkunjung. Namun yang paling sering adalah wisatawan dari Negeri Jiran Malaysia.
“Rumah tua ini menjadi kebanggaan kami. Rumah ini sudah beratus tahun usianya, ” terangnya.
Pendapat serupa juga datang dari H Samri Shaputra, Anggota DPRD Samarinda Dapil Seberang. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang merencanakan transformasi rumah tua menjadi kantor kelurahan.
Menurutnya, Pemerintah Kota Samarinda seharusnya mempertimbangkan opsi lain, seperti membangun kantor kelurahan baru, jika memang diperlukan. Samri Shaputra bahkan menyindir bahwa anggaran yang digunakan untuk membangun kantor kelurahan baru sebaiknya setara dengan harga mobil dinas pejabat.
“Pemerintah sanggup membangun kantor kelurahan baru. Kalau mau membuat kantor baru seharga mobil dinas pejabat bisa,” ujarnya.
Menurutnya, masalah ini menyorot pentingnya komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam mengambil keputusan yang berpengaruh terhadap cagar budaya dan warisan sejarah.
Pengalihfungsian rumah tua di Kampung Tenun, Samarinda Seberang, menjadi sebuah dilema antara menjaga nilai sejarah dan kebutuhan pembangunan.
“Ajaklah musyawarah masyarakat dulu, jangan tiba-tiba melakukan hal yang dapat masyarakat bergejolak,” imbuhnya.
Saat ini, keberadaan rumah itu pun jadi tak terawat. Meski berstatus cagar budaya, tak terdapat penjagaan di bangunan tua itu. Lampu taman pun sudah rusak. Seharusnya rumah tua ini dimaksimalkan menjadi cagar budaya dan destinasi wisata unggulan Kota Samarinda.
“Kalau malam seperti rumah hantu, tidak terawat. Yang kami pikirkan itu listriknya. Kan harus ada, malu juga kalau ada yang berkunjung dan melihat isi rumah, tidak ada lampunya,” terang Samri.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kota Samarinda Asli Nuryadin, kepada MSI Group melalui telepon selulernya mengatakan masalah tersebut hanya masalah kurangnya komunikasi.
Ia menegaskan Pemerintah Kota Samarinda tidak berniat mengubah rumah tua itu, melainkan merestorasi dan mengalihfungsikannya menjadi kantor kelurahan. Menurut Asli, keputusan tersebut diambil agar rumah tua tetap dapat dihargai dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Ini salah komunikasi saja. Rumah tua tersebut masih sebagai cagar budaya. Tidak akan kami ubah. Namun ada fungsi sebagai kantor layanan kelurahan di sana,” tandasnya, serasa menyampaikan pihaknya akan ada pertemuan lagi dengan tujuan agar masyarakat tidak ada lagi miskomunikasi.