Samarinda,Natmed.id – Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur (Sekdaprov Kaltim) Sri Wahyuni menekankan pengawasan terhadap proses penyaluran dana Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPFCF) atau Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan dimaksimalkan.
Terutama, oleh wilayah penerima manfaat untuk memastikan kelancaran implementasi dari program tersebut. Untuk pelaksanannya, ia menggarisbawahi perlunya pendampingan dan persiapan tenaga lapangan hingga ke level lokasi proyek.
Apalagi, penyaluran FCPFCF ini baru pertama berlangsung di Indonesia. Maka, kompleksitas distribusi dana hingga ke tingkat lapangan memerlukan pengawasan yang cermat.
“Dengan semangat kolaborasi, saya berharap tidak akan ada masalah yang muncul dan kita fokus pada mencari solusi bersama,” kata Sri Wahyuni saat membuka Kick Off Meeting dan Sosialisasi Program Penyaluran Dana FCPFCF di Hotel Mercure Samarinda, Kamis (28/3/2024).
Ia menekankan pentingnya pelatihan bagi pendamping yang akan bekerja di kabupaten/kota dan desa-desa pada bulan April mendatang. Kegiatan ini juga melibatkan mitra sejak awal program.
“Pada tingkat lapangan, para mitra sudah paham dengan kondisi masyarakat, pola sosial, dan cara membangun hubungan yang efektif. Keterlibatan mereka sangat penting,” tambahnya.
Dengan penyaluran dana FCPF, Wahyuni berharap terjadi peningkatan signifikan dalam penyusunan tata ruang desa, pendampingan kampung iklim, pengakuan, dan pembinaan masyarakat hukum adat.
“Penggunaan dana FCPF diharapkan juga akan meningkatkan pengakuan masyarakat hukum adat serta pembinaan keberlanjutan di sektor perkebunan dan kelompok peduli api,” jelas Wahyuni.
Ia menambahkan bahwa kerja sama dengan Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi isu sensitif dan upaya pencegahan kebakaran harus diprioritaskan. Peningkatan di sektor perikanan dan hutan mangrove, serta dalam perhutanan sosial dan kelompok tani hutan perempuan juga menjadi fokus.
Dalam skema ini, dana karbon dari negara donor disalurkan melalui Bank Dunia. Kaltim ditargetkan untuk menurunkan emisi sebesar 22 juta ton CO2eq dengan harga USD 5 per ton, sehingga total dana kompensasi mencapai USD 110 juta atau setara Rp1,6 triliun.
“Bank Dunia telah mentransfer USD 20,9 juta atau sekitar Rp313 miliar untuk termin pertama, yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Dana ini akan dibagi ke berbagai tingkat pemerintahan,” ujar Wahyuni.
Ia berharap proses penyaluran dana ini dapat menjadi contoh bagi provinsi lainnya dan diikuti dengan baik oleh pihak terkait. “Dengan memperhatikan tahapan penyaluran dana karbon hingga ke lokasi proyek, saya harap daerah lain juga dapat mengambil inspirasi dari Kaltim,” tuturnya.
Direktur Kemitraan BPDLH, Laode M Syarief, menyatakan pentingnya kampanye hijau untuk menyelamatkan bumi bagi generasi mendatang.
“Kaltim adalah provinsi pertama di Indonesia yang merealisasikan manfaat ekonomi dari menjaga hutan. Semoga kita dapat mengeksekusi termin pertama ini dengan baik dan memberikan manfaat ekonomi tidak hanya bagi pemerintah tetapi juga bagi masyarakat di level lokasi,” tambah Syarief.
Penandatanganan perjanjian kerja sama antara Pemprov Kaltim dan Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan juga dilakukan dalam acara tersebut.
Hadir dalam acara tersebut adalah para kepala OPD terkait, mitra pembangunan, LSM dan organisasi kemasyarakatan, DDPI Kaltim, serta perwakilan pemerintah kabupaten dan kota.