Bontang, Natmed.id – Pernikahan dini yang banyak terjadi di Bontang Lestari, Kota Bontang, Kalimantan Timur (Kaltim) diduga menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kasus stunting.
Banyak pasangan yang menikah pada usia muda, kemudian menghadapi perceraian. Hal ini berdampak langsung pada kondisi kesehatan anak-anak, terutama terkait masalah stunting.
Permasalahan ini disoroti oleh anggota Komisi A DPRD Kota Bontang Muhammad Yusuf. Ia menegaskan pentingnya peran berbagai pihak untuk menekan angka stunting di kota tersebut.
Yusuf menggarisbawahi bahwa permasalahan stunting tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Tetapi, membutuhkan keterlibatan dari pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat.
“Saya katakan tadi seluruh pemerintah harus terlibat dalam hal ini, keagaaman juga harus ada di situ. Nggak bisa satu pihak, saya katakan gak bisa kita untuk menyelesaikan terkait stunting ini hanya satu pihak tapi semua harus berbaur,” ungkap Yusuf, Senin (28/10/2024).
Selain itu, ia juga menyoroti praktik pernikahan di bawah umur yang masih sering terjadi di Bontang Lestari. Padahal, aturan sudah melarang pernikahan di bawah usia 17 tahun.
Ia menjelaskan, meski ada aturan tersebut, beberapa keluarga masih memberikan izin kepada anak mereka untuk menikah dini melalui pengecualian. Bahkan, menikah siri sebagai alternatif.
“Jadi aturannya sudah jelas, sekarang kan aturannya tidak boleh menikah di bawah 17 tahun. Tapi, kalau misalnya dari kelurahannya dikasih izin, ada pengecualian dinikahkan, dia nikah siri dulu, nanti kalau udah di atas 17 baru nanti ikut nikah masal,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa pernikahan dini, terutama pada usia sangat muda seperti 12 tahun berdampak buruk bagi anak-anak yang dilahirkan. Sebab, pasangan tersebut umumnya belum memiliki stabilitas ekonomi yang cukup.
“Nikah dini di bawah umur kayak 12 tahun misalnya belum punya pekerjaan imbasnya kan ke anak kasihan, nggak bersalah loh ini si bayi. Kasian,” tambahnya.
Yusuf juga mendorong tokoh agama untuk lebih aktif menjelaskan bahaya pernikahan dini dalam perspektif agama dan sosial.
Menurutnya, tokoh agama memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat agar menghindari pernikahan dini. Hal ini demi masa depan anak-anak yang lebih sehat dan berkualitas.
“Kalau terkait dengan menikah muda ya itu dari ustaz harus menjelaskan, tapi kita jugakan nggak bisa melarang dari pada berbuat senonoh,” imbuhnya.
Pernikahan dini tidak hanya berdampak pada stunting tetapi juga pada kualitas hidup keluarga dan anak-anak yang dilahirkan.
Yusuf berharap Sinergi antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan.