Samarinda, Natmed.id – Program pelatihan keterampilan bagi penyandang disabilitas di Kalimantan Timur (Kaltim) tetap berjalan dan ditargetkan menghasilkan tenaga kerja mandiri. Pemerintah daerah menegaskan pemberdayaan bukan sekadar bantuan jangka pendek, melainkan investasi produktif bagi kelompok rentan.
Selama dua tahun terakhir, Dinas Sosial (Dinsos) melaksanakan dua angkatan pelatihan dengan masing-masing 36 peserta. Peserta berasal dari beragam ragam disabilitas yang dinilai memiliki potensi produktif. Setelah pelatihan, mereka seharusnya menerima toolkit sebagai modal usaha. namun distribusi tertunda akibat proses pengadaan yang masuk ke APBD Perubahan.
“Harapannya bulan ini toolkit sudah bisa disalurkan. Kami ingin peserta tidak berhenti di pelatihan, tapi benar-benar bisa memulai usaha,” kata Kepala Dinsos Kaltim Andi Muhammad Ishak usai menghadiri peringatan HDI di UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Odah Bersama, Sabtu, 6 Desember 2025.
Dinsos juga menggandeng Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) untuk menghubungkan lulusan pelatihan dengan peluang kerja di sektor swasta. Langkah ini menjadi bagian dari strategi agar penyandang disabilitas tidak lagi diposisikan sebagai penerima belas kasih, melainkan sebagai tenaga produktif yang berkontribusi pada ekonomi daerah.
Upaya pemberdayaan diberlakukan paralel dengan perbaikan sistem data. Dinas Sosial menyebut aplikasi Sida Membagi kini menampung hampir 12.000 nama penyandang disabilitas di Kaltim, namun pengelolaan data masih tersebar.
“Kita harus memastikan data terintegrasi agar tidak terjadi tumpang tindih bantuan dan setiap orang kebagian giliran,” ujar Ishak.
Keterbatasan anggaran menjadi tantangan nyata. Proyeksi pengurangan anggaran sekitar Rp18 miliar pada 2026 memaksa pemeriksaan prioritas program, namun Dinsos menegaskan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan program langsung menyentuh masyarakat pelatihan, pemberian toolkit, serta layanan rehabilitasi tetap menjadi prioritas.
Dinsos juga mendorong peran dunia usaha. Ada upaya meminta perusahaan memenuhi kuota 1 persen bagi pekerja penyandang disabilitas dan membuka kesempatan magang atau penempatan kerja. Koordinasi dengan Disnaker disebut sudah berjalan meski data peserta untuk penempatan masih perlu dibersihkan.
Ishak berharap kombinasi pelatihan berkelanjutan, distribusi toolkit, integrasi data, dan kemitraan dengan dunia usaha akan memperbesar peluang lulusan masuk pasar kerja atau memulai usaha mikro.
“Pendekatannya bukan belas kasihan, tapi pemberdayaan,” tegasnya.
Dinsos menargetkan kapasitas panti rehabilitasi yang baru sekitar 200 orang dapat dioperasikan penuh pada awal tahun depan, sekaligus menjadi pusat layanan, pelatihan, dan titik penghubung bagi penyandang disabilitas di Kaltim.
