Samarinda, Natmed.id – Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk mendukung aktivitas penambangan berkelanjutan yang ramah lingkungan memicu perdebatan. Meski PBNU menyatakan bahwa proyek penambangan yang akan dilaksanakan memprioritaskan kelestarian lingkungan.
Tokoh NU Kalimantan Timur Asman Aziz berpendapat sebaliknya. Mengutip kaidah fikih NU, “Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Mashalih,” yang mengutamakan pencegahan bahaya daripada meraih manfaat.
“Tidak ada itu tambang yang disebut ketua umum PBNU sebagai tambang pro lingkungan dan berkelanjutan,” kata Asman saat ditemui, Sabtu (8/6/2024).
Ia menyoroti upaya pemerintah untuk mengurangi penggunaan energi fosil sesuai kesepakatan G20 di Bali, yang justru tampak bertentangan dengan konsesi tambang baru yang diberikan.
“Pemerintah yang kurang ajar, lalu masyarakat sipilnya tidak kritis (PBNU),” tambah Asman.
Asman mengingatkan bahwa prinsip utama dalam menghadapi situasi yang berpotensi merusak adalah mencegah kerusakan sebelum mengambil kebaikan. “Perbaiki dulu yang rusak, baru mengambil kebaikan dari situ,” katanya.
Selanjutnya, ia juga menyoroti masalah lubang tambang yang membahayakan masyarakat, terutama anak-anak. Asman mendesak PBNU lebih peduli terhadap dampak negatif penambangan.
“Apakah NU mau berkontribusi lebih banyak untuk membuat lubang-lubang yang akan membunuh anak-anak di Kaltim?” tanya Asman.
Pengumuman Bahlil Lahadalia tentang pemberian IUP kepada PBNU membuat Asman merasa terhina. “Saya sangat jengkel dengan gaya yang sangat pongah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Asman menyayangkan bahwa para kiai PBNU yang dianggap dekat dengan Tuhan tidak memperhatikan masalah-masalah seperti ini. Ia mengusulkan diskusi yang lebih mendalam dengan melibatkan anak-anak muda NU di Kaltim yang peduli terhadap isu lingkungan.
“Kami dan anak-anak muda NU di Kaltim yang punya konsen terhadap isu-isu lingkungan atau tambang, apa susahnya mau bicara FGD 20-30 orang?” tanyanya.
Asman juga membandingkan kepemimpinan PBNU saat ini dengan Gus Dur yang dikenal sebagai pemimpin masyarakat sipil yang kritis terhadap kekuasaan.
“Gus Dur selalu bergerak di luar kerangka kekuasaan. Sekarang, PBNU tampaknya terkooptasi oleh kekuasaan,” ujarnya.
Terakhir, Asman menutup dengan menegaskan bahwa ia menyuarakan pendapatnya sebagai warga dan jemaah NU, bukan atas nama lembaga tertentu.
“Saya secara pribadi menolak atau tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh PBNU belakangan ini,” pungkasnya.