Samarinda, Natmed.id – Di tengah hiruk pikuk perkembangan kota dan maraknya pusat perbelanjaan modern, Pasar Kedondong tetap berdiri sebagai salah satu ikon pasar tradisional di Kota Samarinda.

Pasar yang telah lama menjadi bagian dari denyut ekonomi masyarakat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat jual beli kebutuhan sehari-hari, tetapi juga menyimpan jejak sejarah panjang dalam kehidupan warganya.
Pasar Kedondong menjadi saksi perjalanan masyarakat Samarinda dari masa ke masa. Di lorong-lorongnya yang ramai, terlihat interaksi antara pedagang dan pembeli yang sederhana, apa adanya, namun penuh makna.
Bagi sebagian warga, pasar ini tidak hanya sekadar tempat berbelanja, melainkan juga ruang sosial tempat mereka saling bertemu, berbagi kabar, dan menjalin relasi.
Daya tarik Pasar Kedondong tidak lepas dari harga barang yang relatif murah dibandingkan dengan pasar modern maupun toko swalayan.
Sayur mayur, ikan segar, bumbu dapur, hingga kebutuhan rumah tangga lainnya bisa didapatkan dengan harga yang lebih terjangkau.
Hal ini membuat pasar ini tetap diminati, baik oleh warga Samarinda sendiri maupun pendatang dari luar daerah.
Salah satu pembeli tetap Pasar Kedondong adalah Darsiah, warga asal Kutai Barat. Meskipun tidak tinggal di Samarinda, setiap kali berkunjung ke ibu kota Kalimantan Timur ini, ia selalu menyempatkan diri berbelanja di pasar tersebut.
Menurutnya, Pasar Kedondong menyimpan kenangan tersendiri untuknya sejak lama.
“Kalau saya ke Samarinda, pasti mampir ke Pasar Kedondong. Sudah terbiasa dari dulu, jadi rasanya ada memori khusus. Selain itu, harga di sini lebih murah dibandingkan di kampung. Kalau di Kutai Barat, beberapa kebutuhan pokok bisa lebih mahal,” ungkapnya ketika ditemui usai berbelanja pada Kamis, 4 September 2025 di Pasar Kedondong.
Cerita seperti yang dialami Darsiah menunjukkan bahwa Pasar Kedondong bukan hanya sekadar lokasi transaksi ekonomi, melainkan juga memiliki ikatan emosional dengan masyarakat.
Kehadirannya memberi nuansa tradisi yang tidak mudah digantikan oleh pusat perbelanjaan modern.
Namun, sebagaimana pasar tradisional pada umumnya, Pasar Kedondong juga memiliki tantangan dan kekurangan.
Kondisi kebersihan menjadi salah satu keluhan yang kerap muncul. Terutama saat hujan turun, jalanan di sekitar pasar sering becek dan menyulitkan aktivitas pembeli.
Meski demikian, situasi itu tidak serta merta mengurangi minat masyarakat untuk tetap datang.
Selain persoalan becek, ada pula masalah keberadaan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di bagian depan jalan menuju Pasar Kedondong.
Posisi TPS yang menjorok ke area akses utama kerap menimbulkan kesan kumuh. Bau sampah yang tercium dari depan pasar terkadang mengganggu kenyamanan pengunjung.
Meski hanya menjadi titik transit sampah sebelum diangkut, keberadaan TPS itu tetap menjadi catatan bagi banyak pembeli.
Kondisi fisik pasar yang padat, dengan lapak-lapak berjejer rapat, turut menciptakan suasana khas.
Riuh pedagang menawarkan dagangannya, aroma rempah dan ikan segar yang bercampur di udara, hingga suara tawar-menawar antara pembeli dan penjual, semuanya menjadi potret kehidupan pasar yang tak tergantikan.
Seiring berjalannya waktu, pemerintah kota memang menghadapi tantangan dalam menjaga kelestarian pasar tradisional.
Modernisasi kerap membuat generasi muda lebih memilih berbelanja di tempat yang lebih nyaman dan bersih.
Namun, eksistensi Pasar Kedondong justru menunjukkan bahwa masih ada segmen masyarakat yang merindukan kehangatan interaksi sosial khas pasar tradisional.
Bagi warga Samarinda, Pasar Kedondong adalah simbol keberlanjutan. Ia bertahan meski perubahan zaman membawa berbagai pilihan baru.
Sementara bagi pendatang seperti Darsiah, pasar ini adalah tempat untuk kembali bernostalgia dan mendapatkan kebutuhan dengan harga lebih ramah di kantong.
Pasar Kedondong dengan segala kelebihan dan kekurangannya tetap menjadi bagian dari denyut nadi ekonomi rakyat.
Di balik keramaian, becek ketika hujan, dan keberadaan TPS yang menimbulkan aroma kurang sedap di bagian depan, tersimpan cerita dan memori yang membuatnya istimewa.
Di tengah arus modernisasi, pasar ini berdiri tegak, menjadi bukti bahwa tradisi masih memiliki tempat di hati masyarakat Samarinda.