Samarinda, Natmed.id – UPTD Panti Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Odah Bersama di Jalan Bersinar Indah, Sungai Kunjang, dipastikan mulai beroperasi penuh pada awal tahun 2026.

Fasilitas milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) ini disiapkan menjadi pusat layanan disabilitas terbesar di provinsi, dengan kapasitas 200 orang dan standar pelayanan minimal (SPM) yang lebih komprehensif.
Bangunan panti sebenarnya telah rampung sejak tahun lalu, namun operasional tertunda karena sejumlah fasilitas penunjang pagar, interior, furnitur, hingga perlengkapan tempat tidur belum sepenuhnya tersedia.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kaltim Andi Muhammad Ishak menyatakan kelengkapan itu kini hampir selesai dan tahap pemindahan layanan akan dimulai akhir Desember.
“Kami akan memindahkan penerima layanan secara bertahap mulai akhir bulan ini. Semua persiapan sudah 90 persen, tinggal finalisasi perlengkapan bangsal dan penempatan petugas,” kata Ishak saat di temui di lokasi Sabtu, 6 Desember 2025.
Saat ini terdapat 30 penyandang disabilitas sebagian besar pasca perawatan ODGJ yang menjalani rehabilitasi di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) di Jalan DI Panjaitan.
Mereka akan menjadi kelompok pertama yang menempati fasilitas baru tersebut. Panti Odah Bersama dirancang sebagai disability center, sehingga seluruh ragam disabilitas akan mendapat layanan, tidak hanya kelompok ODGJ.
“Kami menata zona bangsal agar eks ODGJ tidak bercampur dengan disabilitas lain. Ini penting untuk keamanan, kenyamanan, dan efektivitas rehabilitasi,” ucap Ishak.
Dinas Sosial mencatat hampir 12.000 penyandang disabilitas di Kaltim berdasarkan aplikasi pendataan internal. Tidak semuanya membutuhkan layanan panti, namun sekitar 10–15 persen masuk kategori rentan, seperti tidak memiliki keluarga, tidak mampu merawat diri, atau tidak lagi diterima lingkungan. Panti baru ini diprioritaskan untuk kelompok tersebut.
“Panti ini bukan hanya tempat tinggal, tapi tempat pemulihan dan pemberdayaan. Mereka yang benar-benar terlantar harus mendapatkan intervensi penuh dari negara,” kata Ishak.
Dari sisi anggaran, Dinsos memastikan layanan disabilitas termasuk operasional panti, tenaga pendamping, serta kegiatan rehabilitasi tidak mengalami pemangkasan pada tahun 2025. Meski APBD provinsi menurun, sektor layanan dasar tetap menjadi prioritas.
“Belanja SPM tidak boleh dikurangi. Pemerintah memastikan layanan rehabilitasi tetap berjalan optimal,” ujar Ishak.
Selain rehabilitasi, Dinsos menekankan pendekatan baru yang berfokus pada pemberdayaan. Program pelatihan keterampilan, dukungan usaha, hingga advokasi pemenuhan kuota 1 persen pekerja disabilitas terus didorong agar penyandang disabilitas memiliki akses yang sama dalam kesempatan sosial maupun ekonomi.
“Pendekatannya bukan belas kasihan. Mereka harus menjadi subjek, bukan objek program. Ruang partisipasi mereka wajib dibuka sejak tahap perencanaan,” tutup Ishak.
