National Media Nusantara
DPRD Kaltim

Malangnya Nasib Warga Transmigrasi Simpang Pasir, Lahan Kebun Tak Diberi, Malah Jadi Tambang

Samarinda,Natmed.id – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Timur menyampaikan usulan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim terkait lahan transmigran yang sudah menjadi persoalan sejak tahun 1979.

Awal kisahnya, pada tahun 1973-1974 penduduk dari DKI, Jawa Tengah dan Jawa Timur mengikuti program transmigrasi ke Benua Etam.

Masing-masing transmigran dijanjikan lahan seluas dua hektar per satu kartu keluarga (KK). Lahan itu untuk pertanian dan perkebunan.

Tapi hingga berpuluh-puluh tahun, lahan yang dijanjikan itu tidak juga menjadi hak mereka.

Hal itu membuat warga transmigran yang berada di Kelurahan Simpang Pasir Kecamatan Palaran tersebut meminta hak lahan yang konon sudah beralih menjadi kawasan pertambangan.

Program transmigrasi saat itu menjanjikan lahan seluas dua hektar. Ternyata baru terealisasi sekitar 0,5 hektare. Sisanya seluas 1,5 hektare masih diperjuangkan.

Kadisnakertrans Kaltim Suroto mengatakan bahwa isi rapat hari ini membahas soal warga Simpang Pasir yang menyampaikan gugatannya ke pengadilan.

“Dalam rangka melaksanakan isi dari putusan pengadilan, dapat saya informasikan warga Simpang Pasir ini bukan hanya satu warganya saja yang menggugat,” ujar Suroto di Gedung E DPRD Provinsi Kaltim, Senin (7/6/2021).

Sebenarnya kedatangan pertama kali transmigran sebanyak 300 KK. Kemudian yang tersisa 233 sedangkan 67 KK yang lain sudah balik ke kampung halaman dan ada sebagian yang meninggal dunia.

“Karena tidak adanya lagi jaminan hidup satu tahun. Makanya dari 233 hari ini hanya terdapat 118 orang yang sudah mendapatkan putusan tetap dari pengadilan. Itulah yang menjadi pembahasan dalam rapat tadi,” paparnya kepada awak media.

Dikatakannya, melalui putusan dari Pengadilan Negeri Samarinda menyatakan hak ganti rugi harus sesuai dengan persoalan.

“Jadi hak yang diminta itu terkait lahan maka ganti ruginya juga harus berupa lahan,” jelasnya.

Namun dari keputusan tersebut ternyata transmigran belum merasa puas. Oleh karena itu mereka mengajukan banding ke Kejaksaan Tinggi Kaltim.

“Kemudian dalam putusan itu pemerintah diperintahkan untuk menyiapkan lahan pengganti kurang lebih 1,5 hektar per orang yang sudah memiliki keputusan hukum secara tetap,” kata Suroto.

Tetapi di sisi lain, masih terdapat 70 orang yang dalam proses kasasi di Mahakam Agung.

Sehingga Mahkamah Agung harus memberikan keputusan kalau ganti rugi lahan yang ingin diberikan tidak dapat dipenuhi, itu bisa dilakukan opsi lain berupa nominal uang sebesar Rp500 juta per KK.

Jika ingin memenuhi hal tersebut langkah yang dilakukan Disnakertrans pertama harus mengkoordinasikan terlebih dahulu kepada pemerintah pusat. Karena pemerintah mempunyai banyak sertifikat terkait Hak Pengelolaan Lahan (HPL) untuk diberikan kepada para transmigran.

“Pada prinsipnya kita taat terhadap hukum, tetapi kami akan berusaha untuk mencarikan lahan pengganti kepada transmigran yang sudah mempunyai putusan hukum secara tetap,” tandasnya.

Related posts

Nidya Soroti Komentar Kepala SMAN 10 Samarinda, Harus Segera Ditindak

Arifanza

Korban Penyalahgunaan Narkoba Harus Dirangkul Masyarakat

Nediawati

Ikut Jaga Keamanan Jelang Pemilu, Brimob Diapresiasi Nidya Listiyono

Laras