National Media Nusantara
Pendidikan

Lewat Diskusi, Saksi FH Unmul Ajak Publik Pantau Seleksi Capim dan Dewas KPK

Samarinda, Natmed.id – Kalangan akademisi dan aktivis angkat bicara tentang seleksi Calon Pimpinan (Capim) dan Calon Dewan Pengawas (Cadewas) KPK yang akan berlangsung pada 15 Juli 2024. Hingga kini, proses pendaftaran masih berlangsung.

Mereka menyuarakan pendapatnya dalam diskusi publik bertajuk “KPK dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul), Jumat (12/7/2024).

Diskusi yang menghadirkan sejumlah narasumber ini dalam rangka ikut memantau dan mengawasi seleksi Capim dan Cadewas KPK. Salah satu yang menjadi kritikan adalah revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Akademisi FH Unmul Sholihin Bone mengungkapkan, KPK dibentuk pada tahun 2002 di tengah maraknya korupsi di Indonesia. Ia menyoroti berbagai hambatan yang dihadapi KPK dalam menjalankan tugasnya, termasuk intervensi dari berbagai pihak.

“KPK sering kali mendapat tekanan dan hambatan dalam menjalankan tugasnya. Contohnya, konflik antara KPK dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus korupsi yang dikenal dengan istilah ‘cicak vs buaya’,” ujar Bone dalam diskusi yang berlangsung di Gedung B FH Unmul.

Ia berharap agar masyarakat sipil dapat turut mengawasi dan memberikan rekomendasi untuk pemilihan calon pimpinan KPK yang baru. Ia juga menyarankan agar usia minimal calon pimpinan dikembalikan ke 40 tahun.

“Usia 40 tahun sudah cukup matang untuk memimpin KPK. Kita perlu pemimpin yang berintegritas dan berpengalaman dalam pemberantasan korupsi,” tambahnya.

Dalam diskusi tersebut, Izza Akbarani dari Transparency International Indonesia menyebutkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia pada tahun 2023 adalah 34 dari 100.

Skor tersebut yang menunjukkan kinerja terburuk KPK sejak didirikan. Izza menilai bahwa revisi UU KPK berdampak negatif terhadap kinerja lembaga tersebut.

“Sekarang adalah saat yang tepat untuk memperbaiki keadaan dengan memilih pimpinan KPK yang berkualitas dan berintegritas. Seluruh elemen masyarakat, termasuk akademisi dan mahasiswa harus aktif mengawasi proses seleksi ini,” tegas Izza.

Orin Gusta Andini dari Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) FH Unmul mengingatkan bahwa revisi UU KPK pada tahun 2019 membuat KPK kehilangan independensinya karena dimasukkan ke dalam rumpun kekuasaan eksekutif.

Ia juga mengajak masyarakat sipil untuk turut memantau dan memberikan rekomendasi calon pimpinan KPK yang berintegritas.

“Kita perlu memastikan bahwa calon pimpinan KPK memiliki rekam jejak yang bersih dan berkomitmen dalam pemberantasan korupsi,” kata Orin.

Gina Sabrina dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Nasional menambahkan bahwa momentum pembukaan pendaftaran Capim dan Cadewas KPK ini harus dimanfaatkan untuk memilih pemimpin yang berkualitas.

Ia mendorong akademisi, aktivis, dan masyarakat untuk mengajukan calon-calon yang layak dan memiliki integritas.

“Kita harus berikhtiar memilih yang terbaik. Jangan sampai terulang lagi pemilihan calon yang bermasalah,” tutup Gina.

Related posts

Disdikbud Kaltim Sinkronisasi Jurusan di SMK dengan Pasar Kerja

Aminah

Pembagian LKS Ringankan Beban Orang Tua

natmed

JMSI Terus Berinovasi, SemuaNews Untuk Semua

Muhammad