Samarinda,Natmed.id– Menjadi seorang pemimpin mau tak mau harus siap pasang badan di manapun ditugaskan, bahkan dihujani peluru sekalipun harus siap.
.Apalagi berada di tengah konflik. Tak jarang, pulang ke rumah pun, pikiran masih tersita ke medan perang.. itulah sekelumit perjalanan karier Letkol Arm Novi Herdian, yang kini dipercaya menjadi Komandan Kodim 0901/Samarinda.
Desiran angin laut dan suara hantaman ombak sore hari di 2002, membawa adrenalin Letkol Novi terpompa lebih kencang. Bagaimana tidak di hadapannya daratan begitu kacau menjadikan dirinya dan pasukan harus menunggu esok paginya untuk bersandar. Bagi Novi tugas pertama di daerah konflik Ambon, hanya ada asap, api tanpa lampu.
“Itu salah satu momen tak terlupakan awal karir saya di militer, 14 hari perjalanan laut tanpa transit. Malangnya ketika daratan tujuan terlihat, saya dan pasukan tidak bisa langsung bersandar, karena konflik lagi panas-panasnya saat itu,” ungkap pria kelahiran Malang 29 Januari 1979 itu.
Pertemuan Natmed.id dengan Letkol Arm Novi berlangsung hangat, dengan berbatas meja, tongkat komando berkelir kuning dan baretnya tertata rapi di atas meja, Selasa 2 Agustus 2022 di ruang kerjanya di Kodim 0901/SMD. Tak lama di ujung telepon Wali Kota Samarinda Andi Harun berkoordinasi soal tanah di eks Jalan Kehewanan.
Novi tak memiliki darah militer, namun tekadnya bergabung di TNI sudah membara sejak SMA, dirinya terinspirasi dari film drama romantis berjudul Perwira Kesatria besutan sutradara Norma Benny tahun 1991 dan sebuah film serial di TVRI yakni Putera Samudera tahun 1992, sebuah film karya TNI AL.
“Ayah saya latar belakangnya pekerja pabrik gula di Malang, lalu beliau menjadi sopir angkot. Itulah perjuangan dari saya SMP sampai saya di Akabri ” ungkapnya.
Saat di Akabri, dirinya juga lulus di Universitas Brawijaya lewat koran yang dibacanya. Jadi ada dua kesempatan datang, namun dirinya fokus di Akabri di Magelang, angkatan 1997 dan lulus di tahun 2000.
Perjalanan hidup tak selalu mulus, satu episode hidupnya mengharuskan mobil kebanggaannya Kijang Super berwarna merah harus direlakan bahkan tanpa melihat barangnya, semua untuk berobat anak kedua yang didiagnosa kanker pada matanya.
“Saya memiliki tiga anak, yang kedua begitu spesial. Pengobatan waktu itu mengharuskan saya bolak balik Medan – RSPAD Jakarta. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Di situlah saya belajar keikhlasan dan kini anak saya itu mendapat beasiswa dari 4 negara, yakni Inggris, Irlandia, Irlandia Utara dan Skotlandia,” jelas perwira dengan dua melati di pundak itu.
Duduk bersama Dandim Samarinda ini begitu banyak pengalaman hidup, dari pengamanan unjuk rasa organisasi masyarakat yang anarkis hingga menabrak barikade aparat dan mau membakar pabrik gula di Majalengka, sampai dirinya yang menjadi sasaran tembak dua peluru yang luput namun menembus pohon mangga disisi sebelahnya.
Sempat putus asa dan berpikir untuk tak meneruskan karir militer, dikarenakan cidera ligamen lutut saat main bola.
“Selagi mau keras terhadap diri sendiri, maka dunia akan melunak, namun ketika diri kita melunak, maka dunia yang akan keras ke diri kita,” pesannya sambil menutup perbincangan santai di sore itu