
Samarinda, natmed.id – Wakil Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Timur Akhmed Reza Fachlevi menegaskan komitmen lembaganya dalam menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait dampak negatif aktivitas pertambangan batu bara di Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Hal tersebut disampaikan usai rapat dengar pendapat bersama Inspektur Tambang, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, serta pihak PT Singlurus Pratama pada Selasa, 5 Agustus 2025.
Rapat yang digelar di ruang Komisi III itu dipimpin langsung oleh Akhmed Reza Fachlevi dan dihadiri sejumlah anggota komisi, antara lain Baharuddin Mu’in, Sayid Muziburrachman, dan Husni Fakhruddin.
Agenda utama yang dibahas meliputi realisasi reklamasi pasca tambang dan persoalan lingkungan serta sosial yang ditimbulkan akibat operasional pertambangan di sekitar kawasan pemukiman.
Dalam forum tersebut, Reza menyampaikan bahwa Komisi III tidak akan tinggal diam terhadap aduan masyarakat, terutama menyangkut kerusakan rumah dan kekhawatiran atas kedekatan aktivitas tambang dengan pemukiman.
Ia menegaskan pentingnya klarifikasi status lahan dan verifikasi jarak tambang terhadap hunian warga sebelum kegiatan pertambangan dilakukan.
“Kami akan melihat langsung kondisi di lapangan. Perlu ada verifikasi jarak antara pemukiman dengan lokasi tambang, status lahan, dan dampak yang dirasakan masyarakat. Ganti rugi dan bentuk tali asih juga perlu dikaji dan disampaikan kepada perusahaan,” ujar Reza.
Langkah berikutnya, menurut Reza, adalah kunjungan lapangan yang akan melibatkan pihak terkait, termasuk masyarakat dan instansi teknis, untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil berdasar pada kondisi faktual.
Desakan dari legislatif turut diarahkan kepada PT Singlurus Pratama agar lebih terbuka dalam menyampaikan hasil uji kelayakan reklamasi. Salah satu sorotan Komisi III adalah keberadaan kolam bekas tambang yang disebut berada hanya sekitar lima puluh meter dari permukiman warga.
Jarak yang dinilai terlalu dekat ini dikhawatirkan menimbulkan risiko lingkungan dan keselamatan jangka panjang.
Anwar Saleh, salah satu perwakilan aliansi masyarakat Samboja yang hadir dalam pertemuan tersebut, mengungkapkan bahwa lubang eks tambang milik PT Singlurus Pratama tidak hanya dangkal, namun justru memiliki kedalaman puluhan meter.
Ia juga menyebutkan bahwa kondisi ini telah menyebabkan retaknya beberapa rumah warga di sekitar lokasi.
“Kedalaman lubang eks tambang tidak hanya dua meter, tetapi puluhan meter,” ujarnya menegaskan, seraya meminta pertanggungjawaban dari perusahaan.
Menanggapi hal itu, pihak PT Singlurus Pratama yang diwakili oleh Hartono menyampaikan bahwa seluruh kegiatan tambang telah dijalankan sesuai dengan prosedur operasional yang ditetapkan.
Ia juga menjelaskan bahwa terdapat perjanjian sewa lahan atas nama Maesah, di mana salah satu klausulnya mengatur mengenai pemindahan sementara selama proses penutupan tambang berlangsung.
“Jadi kalau dikatakan ada rumah retak, nanti setelah kegiatan penutupan selesai akan ada tim yang nantinya menilai apakah rumah yang terdampak perlu untuk dibangun atau diperbaiki,” kata Hartono.
Komisi III menilai bahwa tanggapan perusahaan belum sepenuhnya menjawab kekhawatiran masyarakat.
Karena itu, selain inspeksi lapangan, DPRD juga mendorong penguatan pengawasan oleh Dinas ESDM dan Inspektur Tambang terhadap seluruh aspek kegiatan pertambangan, mulai dari perizinan, pelaksanaan reklamasi, hingga upaya mitigasi dampak sosial.